Apa Itu Cerebral Palsy? Memahami Penyebab, Gejala, dan Penanganannya

Morinaga Platinum ♦ 15 Oktober 2020

Apa Itu Cerebral Palsy? Memahami Penyebab, Gejala, dan Penanganannya

Sebagai orang tua, tentu kita selalu berharap Si Kecil tumbuh sehat dan sempurna. Namun, bagaimana jika ada kekhawatiran tentang perkembangan gerak dan koordinasinya? Mungkin Bunda pernah mendengar istilah Cerebral Palsy, sebuah kondisi yang bisa mempengaruhi cara Si Kecil bergerak, berbicara, bahkan belajar. Apa itu Cerebral Palsy sebenarnya? Ini adalah gangguan perkembangan otak yang dapat menyebabkan kelainan motorik pada Si Kecil.

Biasanya, penyakit ini sudah ada sejak dalam kandungan, namun kelainan motoriknya baru tampak jelas saat Si Kecil mencapai usia 2-3 tahun, atau bahkan lebih awal pada beberapa kasus. Cerebral palsy dapat berdampak serius pada postur tubuh, mengganggu kontrol refleks, cara berjalan, hingga keterbatasan dalam kemampuan melihat dan berbicara. 

Gangguan ini terjadi akibat perkembangan otak yang tidak normal atau kerusakan otak selama periode prenatal (sebelum persalinan), perinatal (selama persalinan), dan neonatal (setelah lahir). 

Bunda perlu sangat waspada terhadap kondisi ini karena sangat mempengaruhi tumbuh kembang Si Kecil nantinya. Mengenali gejala sejak dini penting untuk memastikan langkah penanganan yang tepat dan efektif, sehingga Si Kecil tetap bisa mencapai potensi terbaiknya. Mari kita selami lebih dalam tentang kondisi ini.

Apa Itu Cerebral Palsy Sebenarnya?

Cerebral palsy (CP) adalah suatu kelompok gangguan gerakan, tonus otot, atau postur yang disebabkan oleh kerusakan atau perkembangan abnormal pada otak yang sedang berkembang, paling sering sebelum lahir. Gangguan ini mempengaruhi kemampuan otak untuk mengontrol otot, sehingga mempengaruhi gerakan tubuh, keseimbangan, dan postur.

CP bukanlah penyakit progresif, artinya kondisi kerusakan otaknya tidak akan memburuk seiring waktu. Namun, gejala atau manifestasi kelainan motoriknya bisa berubah seiring pertumbuhan anak. CP juga bukan penyakit menular dan bukan pula kondisi yang bisa disembuhkan sepenuhnya, tetapi gejala-gejalanya dapat dikelola. 

Tingkat keparahannya sangat bervariasi, dari yang sangat ringan (hampir tidak terlihat) hingga sangat parah yang membutuhkan dukungan penuh dalam setiap aktivitas. Meskipun utamanya mempengaruhi gerakan, CP juga bisa disertai dengan kondisi lain seperti gangguan kognitif, kesulitan bicara, masalah penglihatan, kejang, atau masalah pencernaan. Memahami apa itu Cerebral Palsy adalah langkah awal untuk memberikan dukungan terbaik bagi Si Kecil yang mengalami kondisi ini.

Faktor Risiko Cerebral Palsy: Apa Saja Pemicunya?

Cerebral palsy dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan atau menyebabkan kerusakan otak yang masih dalam tahap pembentukan. Penting bagi Bunda untuk mengetahui faktor-faktor risiko ini agar dapat melakukan langkah pencegahan dan deteksi dini jika diperlukan.

Infeksi pada Bunda Selama Kehamilan

Selama kehamilan, infeksi tertentu yang dialami Bunda dapat mempengaruhi otak dan sistem saraf janin yang sedang berkembang. Infeksi ini sering mengganggu perkembangan organ penting saat pembentukan awal di dalam kandungan. Contoh infeksi yang berisiko adalah:

  • Toxoplasmosis: Infeksi dari parasit Toxoplasma gondii yang bisa didapat dari daging mentah atau kotoran kucing. Peradangan otak pada Si Kecil bisa terjadi karena infeksi toksoplasma yang pernah menjangkiti Bunda ketika hamil. Mari pahami tentang bagaimana gejala toksoplasma ini di sini: Mengenali Infeksi Toksoplasma pada Si Kecil.
  • Rubella (Campak Jerman): Infeksi ini, terutama jika terjadi pada trimester pertama kehamilan, dapat menyebabkan kerusakan serius pada otak dan organ lain janin.
  • Cytomegalovirus (CMV): Virus umum ini bisa menular ke janin dan menyebabkan masalah perkembangan otak.
  • Herpes: Infeksi virus herpes simplex, jika aktif selama persalinan, juga dapat menyebabkan kerusakan otak pada bayi baru lahir.

Setiap infeksi yang dialami Bunda selama kehamilan harus segera mendapat perhatian medis dan penanganan yang tepat untuk mencegah dampak jangka panjang pada perkembangan janin.

Kelahiran Prematur

Kelahiran sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu secara signifikan dapat meningkatkan risiko cerebral palsy. Bayi prematur sering menghadapi tantangan kesehatan karena organ vital, termasuk otak, mungkin belum matang sepenuhnya. Bayi prematur memiliki risiko lebih tinggi mengalami:

  • Perdarahan otak: Pembuluh darah di otak bayi prematur sangat rapuh dan rentan pecah.
  • Ventricular leukomalacia periventricular (PVL): Kerusakan jaringan otak putih di dekat ventrikel otak, yang penting untuk mengirimkan sinyal dari otak ke otot.
  • Hipoksia-iskemia: Kekurangan oksigen dan aliran darah ke otak.

Dukungan medis intensif dan perawatan khusus di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) segera setelah kelahiran prematur dapat membantu meminimalkan risiko perkembangan kondisi ini.

Kekurangan Oksigen saat Persalinan

Kekurangan oksigen ke otak (asfiksia perinatal atau hipoksia) selama proses persalinan bisa menyebabkan kerusakan otak parah, meskipun ini adalah penyebab yang lebih jarang terjadi dibandingkan faktor prenatal. Proses persalinan yang berlarut, keberadaan lilitan tali pusar di leher bayi, solusio plasenta (plasenta lepas dari dinding rahim sebelum bayi lahir), atau komplikasi lainnya dapat berkontribusi pada kurangnya suplai oksigen ke otak bayi. Tindakan proaktif oleh tenaga keperawatan untuk mengelola dan memantau kondisi ini adalah kunci untuk mencegah dampak cerebral palsy.

Infeksi atau Peradangan Otak pada Si Kecil Setelah Lahir

Setelah lahir, Si Kecil juga berisiko mengalami infeksi serius seperti meningitis (peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang belakang) atau ensefalitis (peradangan jaringan otak itu sendiri). Infeksi ini bisa menyebabkan peradangan otak yang parah, mengganggu jaringan otak sehat dan merusaknya. Deteksi dini dan penanganan cepat dengan antibiotik atau antivirus sangat penting untuk mencegah dampak jangka panjang pada kemampuan motoriknya dan perkembangan saraf lainnya.

Ciri-Ciri dan Gejala Awal Cerebral Palsy yang Perlu Bunda Kenali

Mengenali cerebral palsy sejak dini sangat penting untuk memastikan penanganan tepat waktu dan intervensi yang optimal. Gejala CP bisa sangat bervariasi tergantung pada area otak yang terkena dan tingkat kerusakannya. Beberapa tanda dan gejala awal yang perlu Bunda perhatikan meliputi:

Keterlambatan Pencapaian Tonggak Motorik

Salah satu indikasi awal yang paling umum adalah keterlambatan dalam mencapai tonggak perkembangan motorik utama (developmental milestones). Aktivitas seperti:

  • Duduk tanpa bantuan (normalnya 6-8 bulan)
  • Merangkak (normalnya 7-10 bulan)
  • Berdiri tanpa bantuan (normalnya 10-12 bulan)
  • Berjalan (normalnya 12-18 bulan) Pada anak dengan CP, pencapaian ini cenderung lebih lambat dibandingkan dengan anak seusianya. Misalnya, Si Kecil mungkin tidak bisa mengangkat kepala dengan kuat pada usia 3 bulan, atau tidak bisa berguling pada usia 6 bulan. Bunda bisa mempelajari tahapan perkembangan motorik anak dan cara menstimulasinya untuk perbandingan.

Pola Gerakan Tubuh yang Tidak Normal

Selain keterlambatan, Si Kecil mungkin menunjukkan ketidaknormalan dalam gerakan tubuh. Ini bisa terlihat dalam berbagai bentuk:

  • Kekakuan otot (spastisitas): Otot terasa tegang, kaku, dan sulit digerakkan. Gerakan terlihat tersentak-sentak.
  • Kelemasan otot (hipotonia): Otot terasa terlalu lemas atau "lunglai", Si Kecil terlihat terkulai dan sulit menopang kepala atau tubuhnya.
  • Gerakan yang tidak terkendali (ataksia atau atetosis): Gerakan tampak gemetar, tidak terkoordinasi, atau tidak bertujuan (misalnya, gerakan menggeliat yang tidak disengaja).
  • Preferensi satu sisi tubuh: Anak mungkin lebih sering menggunakan satu sisi tubuh saja (misalnya, hanya menggunakan tangan kanan untuk meraih benda) atau tampak memiliki masalah koordinasi yang membuat mereka kesulitan dalam mengatur gerakan simetris. Hal ini bisa terlihat ketika anak meraih mainan atau melakukan aktivitas sederhana lainnya.

Kesulitan Bicara dan Menelan

Tidak hanya gerakan yang terganggu, kemampuan berbicara (disartria) dan menelan (disfagia) juga bisa dipengaruhi. Banyak anak dengan cerebral palsy mungkin mengalami masalah dalam mengucapkan kata-kata dengan jelas karena kesulitan mengontrol otot-otot mulut, lidah, dan tenggorokan. Ini sering kali diikuti dengan kontrol otot yang buruk saat menelan, menyebabkan mereka sering mengeluarkan air liur tanpa disadari atau tersedak saat makan/minum.

Masalah Kontrol Otot (Kaku, Lemah, atau Gerakan Tak Terkendali)

Secara umum, gangguan pada kontrol otot adalah ciri utama CP. Otot bisa terasa kaku (spasticity) membuat gerakan sulit dan kaku, atau justru terlalu lemah (hypotonia) sehingga tubuh tampak terkulai. Selain itu, ada pula gerakan yang tidak terkendali (dyskinesia atau athetosis), seperti gerakan menggeliat, gemetar, atau sentakan yang tidak disengaja.

Posisi Berjalan yang Tidak Biasa

Saat anak mulai mencoba berjalan, gejala CP bisa lebih terlihat jelas. Gejala lainnya termasuk posisi berjalan yang tidak biasa, seperti berjalan berjinjit (karena otot betis kaku), posisi kaki terbuka lebar, atau pola jalan asimetris. Postur tubuh yang tidak biasa juga sering terlihat saat duduk atau berdiri.

Kejang dan Gangguan Lainnya

Sekitar sepertiga hingga separuh anak dengan cerebral palsy juga dapat mengalami kejang-kejang. Kejang dapat bervariasi dari kejang ringan hingga kejang umum, dan merupakan indikasi bahwa anak memerlukan pemeriksaan lebih lanjut oleh ahli kesehatan saraf anak. Selain itu, CP juga bisa disertai dengan masalah lain seperti gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, kesulitan belajar, atau masalah pencernaan.

Klasifikasi Tingkat Keparahan Cerebral Palsy: Memahami Variasinya

Cerebral palsy memiliki berbagai tingkatan keparahan, di mana setiap tingkatan berdampak berbeda pada kemampuan motorik dan kemandirian anak. Klasifikasi ini penting untuk membantu dokter menentukan rencana terapi yang paling sesuai.

  • Tingkatan Ringan (GMFCS Level I): Anak-anak mungkin mengalami sedikit gerakan tidak teratur, namun tetap mampu beraktivitas mandiri tanpa alat bantu. Mereka bisa berjalan tanpa batasan, berlari, dan melompat. Gangguan minor mungkin terlihat, namun tidak menghalangi mereka menjalani aktivitas normal dan berpartisipasi penuh dalam kegiatan sehari-hari, meskipun mungkin sedikit kurang lincah dibanding anak seusianya.
  • Tingkatan Sedang (GMFCS Level II & III): Pada tingkatan sedang, anak-anak mungkin mulai memerlukan alat bantu seperti tongkat, kruk, atau walker untuk mendukung mobilitas mereka, terutama di luar ruangan atau di lingkungan yang tidak rata. Kesulitan dalam komunikasi dan aktivitas fisik yang lebih kompleks mungkin mulai terlihat, tetapi mereka tetap bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar meski memerlukan dukungan tambahan dalam beberapa aktivitas kompleks. Beberapa mungkin menggunakan kursi roda untuk jarak jauh.
  • Tingkatan Berat (GMFCS Level IV): Pada tahap berat, mobilitas anak sangat terbatas sehingga penggunaan kursi roda menjadi keharusan, bahkan di dalam ruangan. Mereka membutuhkan bantuan untuk berpindah posisi. Walau begitu, banyak anak masih mempertahankan kemampuan tangan yang berfungsi baik, memungkinkan mereka tetap menjalankan aktivitas sehari-hari seperti makan, menulis, atau menggunakan komputer, meskipun dengan beberapa bantuan atau adaptasi.
  • Tingkatan Sangat Berat (GMFCS Level V): Di tahap sangat berat, dukungan penuh dari orang lain sangat diperlukan untuk hampir semua aspek kehidupan. Kemampuan anak untuk bergerak, berkomunikasi, dan berinteraksi secara independen sangat terbatas. Mereka mungkin memerlukan kursi roda bermotor atau peralatan khusus untuk mobilitas. Gangguan ini sering disertai dengan kesulitan dalam merespons lingkungan sekitar, dan memerlukan perawatan intensif penuh waktu serta dukungan medis yang kompleks.

Kapan Harus ke Dokter? Tanda yang Perlu Kewaspadaan Ekstra

Meskipun gejala cerebral palsy bisa bervariasi dan tidak selalu muncul di awal kehidupan, Bunda perlu sangat peka terhadap setiap keterlambatan atau keanehan dalam perkembangan Si Kecil. Mendeteksi dini kondisi ini adalah kunci untuk memastikan intervensi yang cepat dan efektif.

Segera konsultasikan dengan dokter anak jika Bunda mengamati salah satu atau beberapa tanda berikut pada Si Kecil:

  • Keterlambatan Motorik: Tidak mampu mengangkat kepala dengan stabil pada usia 3 bulan; tidak mampu berguling pada usia 6 bulan; tidak bisa duduk tanpa bantuan pada usia 9 bulan; tidak merangkak atau bergerak secara simetris; atau tidak bisa berdiri dengan bantuan pada usia 12 bulan.
  • Gerakan Asimetris: Hanya menggunakan satu sisi tubuh untuk meraih atau bergerak, atau menyeret salah satu kaki saat merangkak.
  • Tonus Otot Abnormal: Terlihat sangat kaku atau sangat lunglai (terkulai) dibandingkan bayi lain seusianya.
  • Refleks Primitif yang Menetap: Refleks bawaan lahir (misalnya refleks menggenggam) yang seharusnya menghilang malah menetap setelah beberapa bulan pertama.
  • Kesulitan Menelan atau Menghisap: Bayi sering tersedak, mengeluarkan air liur berlebihan, atau sulit menghisap ASI/susu formula.
  • Kejang: Adanya riwayat kejang.
  • Perkembangan Lainnya: Keterlambatan dalam perkembangan bicara, kurangnya minat berinteraksi sosial, atau kesulitan penglihatan/pendengaran yang tidak bisa dijelaskan.

Jangan menunda untuk mencari pendapat profesional jika Bunda memiliki kekhawatiran. Deteksi dini sangat penting karena intervensi dan terapi yang dimulai di awal kehidupan dapat memberikan perbedaan besar dalam hasil jangka panjang bagi Si Kecil. Memahami memahami deteksi dini untuk tumbuh kembang optimal Si Kecil akan memberikan gambaran lebih jelas tentang pentingnya ini.

Pencegahan Cerebral Palsy: Upaya Melindungi Si Kecil Sejak Dini

Meskipun tidak semua kasus cerebral palsy dapat dicegah, ada beberapa upaya yang dapat Bunda lakukan untuk meminimalkan faktor risiko dan melindungi Si Kecil sejak dini.

  1. Vaksinasi Lengkap Selama Kehamilan dan Setelah Melahirkan: Pastikan Bunda mendapatkan vaksinasi yang dianjurkan sebelum dan selama kehamilan (misalnya vaksin rubella). Setelah bayi lahir, pastikan ia mendapatkan semua imunisasi rutin sesuai jadwal untuk mencegah infeksi serius yang dapat merusak otak, seperti meningitis dan ensefalitis.
  2. Perawatan Prenatal yang Komprehensif: Lakukan pemeriksaan kehamilan rutin dan patuhi anjuran dokter. Ini penting untuk memantau kesehatan Bunda dan janin, mendeteksi dan mengelola infeksi, serta mengatasi kondisi medis yang bisa meningkatkan risiko, seperti tekanan darah tinggi atau diabetes gestasional.
  3. Hindari Paparan Zat Berbahaya: Selama kehamilan, hindari paparan alkohol, rokok, narkoba, dan zat kimia berbahaya lainnya yang dapat mengganggu perkembangan otak janin.
  4. Menjaga Kebersihan dan Gizi Seimbang: Jaga kebersihan diri dan lingkungan untuk mencegah infeksi. Konsumsi makanan bergizi seimbang selama kehamilan untuk memastikan janin mendapatkan semua nutrisi yang dibutuhkan untuk perkembangan otak yang optimal. Kekurangan nutrisi, seperti asam folat, dapat meningkatkan risiko masalah perkembangan saraf. Perhatikan juga faktor penyebab kekurangan gizi pada Si Kecil untuk dihindari.
  5. Perencanaan Persalinan yang Aman: Diskusikan rencana persalinan dengan dokter. Pastikan persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan yang memadai dengan tenaga medis yang terampil untuk mengelola potensi komplikasi yang bisa menyebabkan kekurangan oksigen pada bayi.
  6. Perlindungan Kepala Bayi Setelah Lahir: Hindari cedera kepala pada bayi, terutama pada tahun pertama kehidupan. Jangan pernah mengguncang bayi (shaken baby syndrome) dan pastikan lingkungan bayi aman dari risiko jatuh.

Meskipun upaya pencegahan dilakukan, cerebral palsy tetap bisa terjadi. Yang terpenting adalah terus memberikan dukungan terbaik jika kondisi ini terjadi pada Si Kecil.

Penanganan Cerebral Palsy: Mendukung Kualitas Hidup Si Kecil

Cerebral palsy adalah gangguan neurologis yang permanen dan saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkannya sepenuhnya. Namun, ada berbagai metode penanganan yang dirancang untuk mengelola gejala, meningkatkan fungsi, dan mendukung kualitas hidup Si Kecil agar ia dapat mencapai potensi maksimalnya.

  • Terapi Fisik (Fisioterapi): Ini adalah pilar utama penanganan CP. Terapi fisik dapat membantu memperkuat otot, meningkatkan fleksibilitas, memperbaiki keseimbangan dan koordinasi, serta meningkatkan kontrol motorik. Fisioterapi membantu anak untuk berfungsi lebih efektif dalam aktivitas sehari-hari, seperti duduk, berdiri, dan berjalan.
  • Terapi Okupasi: Terapi ini berfokus pada membantu anak mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk aktivitas sehari-hari dan kemandirian, seperti makan, berpakaian, menulis, atau bermain. Terapis okupasi dapat mengajarkan strategi adaptif atau merekomendasikan alat bantu.
  • Terapi Wicara dan Menelan: Bagi anak yang mengalami kesulitan bicara (disartria) dan menelan (disfagia), terapi wicara sangat bermanfaat. Program terapi ini dirancang untuk membantu meningkatkan kemampuan komunikasi verbal dan non-verbal, serta melatih otot-otot yang terlibat dalam menelan untuk mencegah tersedak.
  • Konseling Psikologi: Menjalani kehidupan dengan cerebral palsy memang merupakan tantangan tersendiri, baik bagi anak maupun keluarganya. Konseling psikologi menjadi bagian penting dalam mendukung anak dan keluarganya untuk mengatasi tekanan emosional terkait dengan keterbatasan fisik dan sosial yang dihadapi. Ini membantu membangun resiliensi dan kualitas hidup yang positif.
  • Penggunaan Alat Bantu: Penggunaan alat bantu seperti orthosis (penyangga kaki/pergelangan kaki), tongkat, kruk, walker, atau kursi roda dapat memberikan dukungan fisik yang memperbaiki mobilitas anak, memberi mereka lebih banyak kebebasan dan kemandirian dalam bergerak dan berpartisipasi.
  • Dukungan Keluarga dan Komunitas: Keluarga memegang peranan penting dalam memberikan dukungan emosional yang kontinu, menciptakan lingkungan yang penuh cinta dan pengertian, serta mendorong anak untuk mandiri. Dukungan dari komunitas, organisasi, dan profesional kesehatan dapat menjadi sokongan yang berharga.

Meskipun tantangan ada, banyak anak dengan cerebral palsy, dengan dukungan yang tepat dan lingkungan yang kondusif, dapat menikmati kehidupan yang bermakna dan produktif. Mendorong pola hidup sehat, termasuk diet seimbang dan aktivitas fisik yang disesuaikan, sangat penting untuk mendukung kesejahteraan Si Kecil. 

Berbagai aktivitas yang positif dapat dirancang untuk meningkatkan kapasitas fisik, sosial, dan emosional anak, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi lebih aktif dalam kehidupan sehari-hari. Dengan perhatian penuh kasih dan kesabaran, Si Kecil dapat mencapai potensi maksimal mereka, menikmati setiap fase kehidupan mereka, dan merasa dicintai serta dihargai di setiap langkahnya.

Nah, setelah membaca penjelasan mengenai apa itu cerebral palsy, penyebab, ciri-ciri gejala, dan langkah penanganan di atas, Bunda diharapkan untuk selalu memantau kondisi Si Kecil mulai sejak dalam kandungan hingga setelah ia lahir. Selain rutin berkonsultasi dengan dokter anak, Bunda juga bisa memantau secara mandiri di rumah melalui situs Morinaga Parenthings.