Tidak semua pola asuh orang tua itu berdampak baik, dan salah satu pola yang ternyata memberikan akibat negatif adalah helicopter parenting. Pola pengasuhan yang hiperprotektif sehingga orang tua selalu berada di dekat anaknya ini ternyata menghambat perkembangannya di masa depan.
Banyak Bunda menerapkan pola ini karena bermaksud melindungi Si Kecil dari rasa sakit, kekecewaan, atau kegagalan. Tetapi pendekatan ini sering dilakukan dengan cara yang tidak sesuai usia, sehingga membuatnya akan kesulitan mengatasi tantangan hidup secara mandiri dan mengganggu perkembangan emosionalnya.
Pola asuh helikopter mempunyai beberapa tanda di mana orang tua terlampau dominan dalam kehidupan anak.
Salah satu ciri utamanya adalah orang tua yang melakukan tugas-tugas anak, seperti menyelesaikan pekerjaan rumah atau tugas sekolahnya. Sebagai contoh, Bunda membantu Si Kecil menyelesaikan mainan puzzle-nya yang sulit untuk menghindarkannya dari rasa frustrasi. Ini bukanlah karakter yang ideal, karena sesungguhnya pengalaman menghadapi tantangan dan tekanan yang sehat akan melatih daya juangnya.
Bahkan orang tua seperti ini juga mengerjakan tugas yang sebenarnya bisa dikerjakan sendiri oleh anak tersebut, seperti membereskan tempat tidur, membuang sampah sisa makanan, serta membereskan piring makan. Apabila Bunda mengambil sikap ini, tidak hanya Bunda yang terbebani, tetapi juga mengurangi kesempatannya untuk belajar tanggung jawab maupun life skill.
Ciri lainnya adalah kecenderungan orang tua untuk terlalu terlibat dalam aktivitas sosial anak. Misalnya, ketika Si Kecil sedang berkompetisi dalam lomba di sekolahnya, maka Bunda selalu memberi arahan dari tepi arena dan sibuk mengkritisi guru yang mengarahkannya. Meskipun sikap ini bertujuan suportif, tetapi akan menghambat keterampilan emosionalnya, termasuk untuk menerima kekalahan dengan baik.
Orang tua dengan pola asuh helikopter juga cenderung terlalu melindungi anak dari bahaya kecil atau risiko sederhana. Misalnya, melarangnya bermain kejar-kejaran dengan teman atau tidak mengizinkannya mengikuti ekstrakurikuler bela diri di sekolahnya. Jika Bunda mengasuh Si Kecil seperti ini, kepercayaan dirinya akan terhambat dalam menghadapi risiko yang sesuai untuk usianya.
Bunda juga dapat menunjukkan pola ini apabila tidak mampu membiarkannya memperoleh kegagalan, misalnya dengan mengambil alih tugasnya untuk memastikan hasilnya sempurna. Tindakan ini justru menghalanginya untuk belajar dari kesalahan, sehingga membuatnya gagal memahami proses belajar dalam menemukan solusi mandirinya.
Dalam hal akademik, pola asuh helikopter dapat menyebabkan penurunan motivasi Si Kecil untuk belajar. Apabila Bunda melakukan pola seperti ini, maka di sekolahnya, ia hanya belajar untuk memenuhi harapan Bunda saja. Ini akan berdampak menjadi buruknya prestasi belajarnya karena motivasinya yang kurang.
Dampak lainnya adalah kurangnya kemampuannya untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah. Ia akan menjadi sangat tergantung kepada Bunda ataupun orang lain untuk memandunya dalam membuat pilihan. Ia juga akan terus-menerus membutuhkan validasi orang lain untuk merasa aman, sehingga mengurangi rasa percaya dirinya dalam menghadapi kesulitan.
Pola asuh seperti ini juga akan menghambat keterampilan sosial Si Kecil. Dengan Bunda yang terlalu sering mengatur pertemanannya dan sibuk menghindarkannya dari konflik, maka ia akan kesulitan untuk menyelesaikan konflik apapun sendiri maupun membangun hubungan secara alami. Akibatnya, ia mengalami kesulitan dalam membangun hubungan interpersonal yang sehat saat dewasa, yang memengaruhi kemampuannya untuk bekerja sama dalam lingkungan sosial atau profesional.
Akibat jangka panjang dari pola ini cukup besar bagi perkembangan otaknya. Konektivitas otaknya tidak terbangun dengan kuat, karena untuk menciptakan konektivitas ini diperlukan berbagai proses seperti gagal, belajar dari kesalahan, dan mencoba lagi. Jika ia tidak mengalami kesempatan untuk mengasah kemampuan ini, maka ia akan kesulitan dalam membuat keputusan penting secara mandiri, yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk sosial, akademik, dan profesional.
Keterampilan emosionalnya pun ikut terhambat sebagai akibat dari pola ini. Si Kecil yang terlalu sering dikendalikan akan cenderung lebih mudah frustasi. Ia juga akan lebih mudah mengalami gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi, terutama ketika ia mulai menghadapi dunia luar tanpa dukungan langsung dari Bunda. Akibatnya ia juga akan kesulitan beradaptasi dengan perubahan dan tidak mampu menghadapi konflik interpersonal dengan baik.
Untuk menghindari pola asuh helikopter, berikan Si Kecil ruang secara bertahap sesuai dengan usia dan tingkat kedewasaannya. Misalnya, berikan kebebasan untuk bermain sendiri atau bersama teman-temannya agar ia menjadi mandiri dan percaya diri. Biarkan ia mencoba hal-hal baru tanpa campur tangan berlebihan dari Bunda.
Memberikan pilihan juga menjadi cara efektif untuk menghindari pola yang terlalu mengontrol. Daripada menentukan semua kegiatannya, tawarkan beberapa alternatif dan biarkan ia memilih. Sebagai contoh, daripada mendaftarkan Si Kecil ke banyak les, diskusikan minat yang dimilikinya dan izinkan ia memilih sendiri. Tetap berikan dukungan dan cinta tanpa mengambil alih kontrol penuh, sehingga ia dapat belajar membuat keputusan yang sesuai dengan keinginannya.
Salah satu tantangan yang mungkin Bunda alami adalah menahan keinginan untuk selalu menyelamatkannya dari situasi sulit. Jika Bunda terlalu sering turun tangan, ia akan kehilangan kesempatan untuk belajar bagaimana mengatasi tantangan. Sebaiknya biarkan ia mencoba menyelesaikan masalahnya sendiri, kecuali jika situasi tersebut membahayakan keselamatannya.
Membiarkannya membuat kesalahan juga merupakan bagian dari proses pembelajaran. Meski Bunda tidak tega melihatnya gagal, pengalaman ini memberikan pelajaran tentang cara menghadapi tantangan. Ketika ia melakukan kesalahan, jadilah pendengar yang baik, ajak ia berdiskusi tentang apa yang bisa dilakukan lebih baik di masa depan, dan dorong untuk mencoba lagi. Dengan cara ini, ia akan memahami bahwa kegagalan adalah bagian alami dari proses belajar.
Berikan pula ia tanggung jawab sesuai usianya. Tugas-tugas rumah tangga, seperti merapikan tempat tidur atau membantu menyiapkan makanan, tidak hanya mengajarkan tanggung jawab tetapi juga membuat Si Kecil merasa dihargai atas kontribusinya. Dengan memberikan tugas yang sesuai, ia akan belajar keterampilan hidup yang penting dan merasa percaya diri dalam perannya di rumah. Keseimbangan antara perlindungan dan kebebasan inilah yang membantu karakternya tumbuh menjadi #GenerasiPlatinum yang mandiri, tangguh, dan percaya diri.
Pola asuh helikopter merupakan salah satu dari berbagai pola negatif yang perlu dihindari dalam merawat Si Kecil, karena menghambat kemandiriannya dalam menghadapi tantangan. Agar Bunda tidak sampai menerapkan gaya pengasuhan yang salah, mari cari tahu tentang berbagai pola negatif lainnya di sini: Hindari Pola Asuh Negatif agar Si Kecil Berkarakter Baik.
Referensi
Cleveland Clinic. Could Your ‘Helicopter Parenting’ Actually Be Detrimental to Your Child’s Development? Diakses pada 21 November 2024. https://health.clevelandclinic.org/could-your-helicopter-parenting-actually-be-detrimental-to-your-childs-development
International School Parent. Helicopter Parenting: The Consequences. Diakses pada 21 November 2024. https://www.internationalschoolparent.com/articles/helicopter-parenting-the-consequences/
Mental Health Center Kids. Helicopter Parenting and Its Impact on Children. Diakses pada 21 November 2024. https://mentalhealthcenterkids.com/blogs/articles/helicopter-parenting
Konten Belum Tersedia
Mohon maaf, halaman untuk artikel Helicopter Parenting, Pola Asuh yang Terlalu Mengontrol Anak
belum tersedia untuk bahasa inggris. Apakah Bunda dan Ayah ingin melihat artikel lainnya dengan kategori yang sama ?