Plasenta previa adalah kondisi medis yang terjadi saat posisi plasenta menempel terlalu rendah di dalam rahim, hingga sebagian atau seluruh leher rahim tertutupi. Hal ini dapat menghambat jalan lahir bayi dan menyebabkan perdarahan hebat selama kehamilan atau menjelang persalinan.
Pada kehamilan normal, posisi plasenta akan naik seiring dengan perkembangan janin dan membesarnya rahim. Namun pada kasus plasenta previa, posisi plasenta tidak mengalami perpindahan dan tetap berada di bagian bawah rahim bahkan hingga mendekati masa persalinan. Inilah yang kemudian memunculkan risiko komplikasi serius bagi ibu dan janin, terutama jika usia kandungan sudah memasuki minggu ke-36.
Memahami kondisi ini lebih dalam akan membantu Bunda mengenali sejak dini potensi gangguan kehamilan dan menentukan langkah terbaik bersama dokter kandungan.
Hingga kini, penyebab pasti mengapa plasenta tetap berada di dekat serviks belum diketahui sepenuhnya. Namun ada dugaan bahwa kelainan struktur atau kondisi dinding rahim yang kaya akan kolagen dan oksigen dapat menarik sel trofoblas, yaitu cikal bakal plasenta, untuk berkembang di area tersebut.
Pada awal kehamilan, memang wajar jika plasenta berada di posisi bawah. Tapi seiring pertumbuhan rahim, plasenta biasanya akan terdorong ke atas. Ketika perpindahan ini tidak terjadi, dan plasenta tetap menempel di bagian bawah, kondisi plasenta previa pun terbentuk. Sejumlah faktor seperti riwayat kehamilan sebelumnya, prosedur bedah pada rahim, usia ibu yang lebih dari 35 tahun, serta kebiasaan merokok dan penggunaan kokain, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi ini.
Sebelum membahas lebih lanjut soal plaenta previa, kenali dulu yuk apa sih fungsi plasenta untuk kehamilan dan perkembangan janin. Baca informasinya di sini ya Bun: Fungsi Plasenta dan Gangguan yang Perlu Diwaspadai
Tanda paling umum dari plasenta previa adalah munculnya perdarahan dari vagina pada trimester kedua atau ketiga. Perdarahan ini bisa berlangsung tanpa rasa nyeri, muncul secara tiba-tiba, dan dapat berulang dalam waktu dekat. Beberapa ibu hamil juga mengalami perdarahan setelah berhubungan intim atau saat mengalami kontraksi ringan.
Tidak semua perdarahan saat hamil berarti plasenta previa. Beberapa kondisi lain seperti abrupsi plasenta, infeksi, robekan pada serviks, hingga kehamilan ektopik juga bisa menyebabkan keluarnya darah dari vagina. Namun, jika perdarahan terjadi tanpa penyebab jelas dan berulang, maka pemeriksaan oleh dokter sangat penting dilakukan.
Kenali berbagai penyebab pendarahan saat hamil sebagai tanda bahaya kehamilan di artikel berikut ini yuk Bunda: Sering Diabaikan, Ternyata Ini Tanda Kehamilan Terganggu
Kondisi plasenta previa terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan posisi plasenta terhadap leher rahim. Berikut beberapa penjelasan untuk tiap jenisnya :
Pada jenis ini, plasenta sepenuhnya menutupi leher rahim sehingga jalur lahir tertutup total. Ini adalah kondisi paling berisiko tinggi dan hampir selalu membutuhkan tindakan operasi caesar, terutama jika disertai perdarahan yang sulit dikendalikan.
Jenis ini terjadi ketika plasenta hanya menutupi sebagian serviks. Dalam beberapa kasus, persalinan normal masih mungkin dilakukan jika tidak terjadi perdarahan hebat. Pemantauan rutin sangat penting untuk menentukan langkah terbaik.
Pada kondisi ini, plasenta berada di sisi bawah rahim dan menyentuh tepi serviks tanpa benar-benar menutupinya. Walau tergolong lebih ringan, Bunda tetap perlu waspada terhadap kemungkinan pendarahan ringan yang bisa muncul kapan saja.
Posisi plasenta rendah namun belum menyentuh serviks sering kali ditemukan pada awal kehamilan. Kondisi ini bisa membaik seiring waktu karena pertumbuhan rahim mendorong plasenta ke posisi yang lebih tinggi.
Mendeteksi letak plasenta dapat dilakukan melalui pemeriksaan medis pada trimester kedua kehamilan. Salah satu metode paling akurat adalah USG transvaginal, di mana alat khusus dimasukkan ke dalam vagina untuk melihat kondisi serviks dan plasenta secara langsung. Selain itu, USG melalui perut juga dapat memberikan gambaran umum posisi plasenta terhadap janin dan dinding rahim.
Jika dibutuhkan visualisasi lebih detail, dokter bisa merekomendasikan pemeriksaan MRI. Dengan teknologi ini, posisi plasenta bisa terlihat dengan jelas dan membantu dalam menentukan langkah perawatan lebih lanjut.
Penanganan plasenta previa sangat tergantung pada tingkat keparahan, usia kandungan, dan kondisi kesehatan ibu serta janin. Pada kasus yang terdeteksi di awal kehamilan dan tidak disertai perdarahan berat, pengobatan plasenta previa dapat dilakukan di rumah dengan pengawasan medis secara berkala.
Ibu hamil biasanya disarankan untuk lebih banyak beristirahat, menghindari aktivitas fisik berat, serta tidak melakukan hubungan intim. Jika kondisi tetap stabil dan tidak terjadi perdarahan hebat, maka kehamilan bisa dilanjutkan hingga cukup bulan.
Namun jika terjadi perdarahan dalam jumlah banyak, maka rawat inap di rumah sakit akan dibutuhkan. Transfusi darah mungkin diperlukan untuk menggantikan volume darah yang hilang. Pada kondisi tertentu, persalinan harus segera dilakukan meski usia kehamilan belum genap 37 minggu, demi mencegah komplikasi serius.
Plasenta previa bisa menimbulkan dampak serius bagi ibu hamil, terutama jika tidak ditangani dengan cepat. Perdarahan hebat yang terjadi sebelum atau selama persalinan dapat menyebabkan syok dan memerlukan tindakan medis darurat seperti transfusi darah. Pada proses persalinan caesar, ibu juga berisiko mengalami kehilangan darah lebih banyak dibandingkan persalinan normal.
Selain itu, kondisi ini bisa meningkatkan risiko infeksi pasca melahirkan, memperpanjang masa pemulihan, serta menimbulkan tekanan emosional akibat kekhawatiran berlebih selama masa kehamilan.
Janin yang tumbuh dalam rahim ibu dengan plasenta previa juga menghadapi risiko tertentu. Salah satunya adalah kelahiran prematur jika persalinan harus dilakukan lebih awal karena perdarahan yang tidak bisa dihentikan. Bayi juga bisa mengalami gangguan pernapasan, berat badan lahir rendah, atau masalah lain akibat kurangnya waktu untuk berkembang secara optimal di dalam kandungan.
Gangguan suplai oksigen dan nutrisi juga dapat terjadi jika posisi plasenta mengganggu aliran darah ke janin. Dalam kondisi seperti ini, pemantauan janin secara rutin menjadi sangat penting untuk memastikan tidak terjadi komplikasi yang lebih serius.
Posisi tidur untuk ibu hamil dengan plasenta previa dapat mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan mereka. Seiring dengan saran dari dokter atau bidan, berikut beberapa posisi tidur yang bisa menjadi pilihan:
Tidur dengan posisi miring ke kiri membantu meringankan tekanan pada pembuluh darah besar dan memperlancar aliran darah ke janin. Ini merupakan posisi tidur yang paling umum direkomendasikan untuk ibu hamil dengan plasenta previa.
Jika Bunda merasa tidak nyaman tidur terlentang atau miring, posisi setengah duduk dengan bantuan bantal bisa menjadi alternatif. Posisi ini juga membantu mengurangi gejala naiknya asam lambung yang sering terjadi di trimester akhir.
Tidur telentang bisa menyebabkan rahim menekan pembuluh darah besar seperti vena cava inferior, yang berisiko mengurangi aliran darah ke janin. Bagi ibu dengan plasenta previa, posisi ini sebaiknya dihindari.
Karena kondisi tiap ibu berbeda, posisi tidur terbaik bisa bervariasi. Penting untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan agar mendapatkan saran personal yang paling aman dan nyaman untuk Bunda dan janin.
Sayangnya, hingga saat ini belum ada cara pasti untuk mencegah plasenta previa. Namun, Bunda tetap bisa melakukan upaya pencegahan dengan menghindari faktor risiko yang dapat memicu kondisi ini. Merencanakan kehamilan pada usia yang lebih muda, menjaga kesehatan rahim sebelum hamil, tidak merokok, dan menghindari penggunaan zat adiktif adalah beberapa langkah yang dapat membantu menurunkan risiko.
Olahraga ringan secara rutin, menjaga berat badan ideal, dan menjalani pola hidup sehat sejak sebelum hamil juga menjadi kunci penting dalam mendukung kehamilan yang aman dan minim komplikasi.
Jika Bunda sudah memiliki riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya, maka pemantauan sejak awal kehamilan berikutnya sangat disarankan. Pemeriksaan USG secara berkala akan membantu dokter untuk mendeteksi apakah kondisi ini kembali terjadi dan menentukan langkah penanganan terbaik.
Dengan pemahaman yang lebih baik dan pemantauan yang rutin, Bunda dapat melalui kehamilan dengan lebih tenang dan siap menghadapi berbagai kemungkinan, termasuk jika dibutuhkan persalinan melalui operasi caesar. Yang terpenting, selalu komunikasikan kondisi Bunda kepada tenaga kesehatan agar setiap risiko dapat diminimalkan sedini mungkin.
Konten Belum Tersedia
Mohon maaf, halaman untuk artikel Plasenta Previa Adalah Kondisi Serius Yang Perlu Diwaspadai Sejak Dini
belum tersedia untuk bahasa inggris. Apakah Bunda dan Ayah ingin melihat artikel lainnya dengan kategori yang sama ?