Bunda mungkin pernah melihat seseorang tiba-tiba mengeluarkan suara aneh atau melakukan gerakan tanpa sadar. Sering dikira latah, padahal tidak selalu begitu, lho. Ada juga kondisi lain yang disebut Tourette Syndrome, yaitu gangguan saraf yang membuat seseorang sulit mengendalikan gerakan atau ucapan yang muncul secara tiba-tiba (disebut tics). Karena terlihat mirip, banyak orang sering tertukar antara keduanya.
Memahami perbedaan Tourette Syndrome dan latah sangat penting bagi Bunda agar bisa memberikan ATENSI dan dukungan yang sesuai. Dengan pemahaman yang benar, Bunda tidak hanya bisa membantu Si Kecil tumbuh dengan percaya diri, tapi juga memastikan ia mendapatkan stimulasi yang mendukung perkembangan sistem saraf dan otaknya secara optimal.
Bunda mungkin pernah melihat Si Kecil tiba-tiba berkedip, menarik bahu, atau mengucapkan suara seperti “uh” atau “eh” tanpa disadari. Nah, kondisi seperti inilah yang sering menjadi bagian dari Tourette Syndrome. Tourette adalah gangguan neurologis yang menyebabkan munculnya tics, yaitu gerakan atau suara spontan yang sulit dikendalikan.
Gejala ini biasanya muncul di usia anak-anak, antara usia kira-kira 5 hingga 10 tahun. Berbeda dari kebiasaan atau keisengan, tics pada Tourette bukan sekadar spontanitas yang bisa dihentikan dengan mudah, mereka muncul secara tiba-tiba dan anak sulit mengontrolnya. Contoh yang bisa terlihat di keseharian, seperti Si Kecil berkedip berkali-kali secara otomatis, mengerutkan dahi tanpa sebab, atau membuat suara seperti membersihkan tenggorokan secara berulang.
Penting untuk Bunda ketahui bahwa kondisi ini tidak terjadi karena anak nakal atau ingin perhatian, namun karena gangguan pada sistem saraf yang membuat gerakan atau suara tersebut muncul. Dengan pemahaman seperti ini, Bunda bisa memberikan dukungan yang tepat bagi Si Kecil, bukan sekadar “melarang” atau “menegur”, tapi ikut mengerti dan memfasilitasi agar ia bisa hidup dengan nyaman dan percaya diri meskipun ada tics.
Jika Bunda melihat tanda-tanda seperti ini, tidak berarti harus panik. Banyak anak dengan Tourette tetap berkembang dengan baik, asalkan mendapatkan ATENSI, dukungan emosi, dan stimulasi yang tepat.
Bunda, ketika Si Kecil mulai menunjukkan gerakan atau suara spontan yang muncul berulang-ulang, seperti berkedip tiba-tiba atau mengeluarkan suara tanpa disadari, mungkin timbul pertanyaan “Mengapa hal ini bisa terjadi?”.
Faktanya, penyebab Tourette Syndrome belum diketahui secara pasti. Namun, para ahli meyakini bahwa kondisi ini muncul karena kombinasi faktor genetik dan lingkungan, terutama yang berkaitan dengan proses biologis di otak. Lebih spesifik, penelitian menunjukkan bahwa pada anak dengan Tourette, terjadi ketidakseimbangan zat-kimia otak (neurotransmitter) seperti dopamin yang berperan dalam pengaturan gerakan dan suara. Aktivitas dopamin yang lebih tinggi atau pengaturan reseptornya yang berbeda dapat memicu munculnya tics.
Penting untuk Bunda tahu, Tourette bukan disebabkan oleh pola asuh, seperti karena anak manja, kurang perhatian, atau dimarahi terlalu keras. Banyak anak dengan Tourette tumbuh dalam lingkungan penuh kasih sayang, tetapi sistem saraf mereka memiliki keunikan tersendiri. Dengan pemahaman ini, Bunda dapat memberikan ATENSI yang bijak dan stimulasi yang tepat tanpa rasa salah atau takut berlebihan.
Bunda, penting untuk memahami bahwa gerakan atau suara spontan yang Si Kecil tunjukkan mungkin memiliki akar yang berbeda dari fenomena latah yang sering kita lihat di masyarakat. Latah adalah respons refleks terhadap kejutan atau rangsangan (misalnya, menirukan ucapan atau gerakan setelah dikagetkan). Sebaliknya, tics pada anak dengan Tourette Syndrome muncul secara spontan, berulang, dan tanpa memerlukan pemicu atau kejutan apa pun dari luar. Inilah perbedaan mendasarnya.
Secara karakteristik, latah lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan sosial dan lingkungan budaya tertentu dan umumnya muncul pada orang dewasa. Sementara itu, Tourette Syndrome adalah kondisi neurologis yang biasanya muncul sejak masa kanak-kanak, sering kali sebelum usia 12 tahun.
Untuk mempermudah pemahaman Bunda:
Karena itu, Bunda tak perlu langsung menyimpulkan bahwa anak yang sering mengeluarkan suara spontan mengalami latah. Jika perilaku tersebut muncul tanpa pemicu dan berulang, sebaiknya Bunda berkonsultasi dengan dokter anak atau spesialis saraf anak agar bisa memahami kondisi Si Kecil dengan lebih tepat. Dengan penanganan yang sesuai, Bunda dapat membantu Si Kecil tetap tumbuh dengan percaya diri dan nyaman dalam aktivitas sehari-hari.
Hingga saat ini Tourette Syndrome belum dapat disembuhkan sepenuhnya, namun kabar baiknya, gejalanya dapat dikendalikan dan sering kali berkurang seiring bertambahnya usia. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sebagian besar anak dengan Tourette akan mengalami penurunan frekuensi dan intensitas tics secara alami saat memasuki masa remaja atau dewasa muda. Artinya, dengan dukungan yang tepat, Si Kecil tetap bisa beraktivitas dan berkembang seperti anak-anak lainnya.
Untuk membantu mengurangi gejalanya, dokter biasanya menyarankan terapi perilaku dan dukungan psikologis. Salah satu metode yang efektif adalah Comprehensive Behavioral Intervention for Tics (CBIT), terapi yang membantu anak mengenali tanda-tanda munculnya tics dan melatih respon pengganti yang lebih terkendali. Terapi ini terbukti dapat menurunkan frekuensi tics secara signifikan bila dilakukan secara konsisten.
Namun Bunda tidak perlu khawatir, dengan dukungan keluarga yang sabar, empatik, dan positif, Si Kecil dapat tumbuh bahagia, percaya diri, dan berprestasi. Tourette bukan penghalang bagi anak untuk mencapai potensi terbaiknya, asalkan ia merasa diterima dan mendapatkan kasih sayang tanpa batas dari orang-orang terdekatnya.
Menghadapi Si Kecil dengan Tourette Syndrome memang membutuhkan kesabaran dan empati ekstra. Hal terpenting yang bisa Bunda lakukan adalah menciptakan lingkungan yang tenang, penuh dukungan, dan bebas tekanan. Stres dan kecemasan dapat memperburuk tics, sementara suasana yang rileks justru membantu anak lebih tenang dan percaya diri.
Bunda juga tidak disarankan untuk menegur, mengingatkan, atau mempermalukan Si Kecil saat tics muncul. Tics bukan perilaku yang disengaja, dan ketika anak merasa malu atau ditekan untuk berhenti, justru bisa membuat tics semakin sering muncul. Alih-alih menegur, berikan pelukan, senyum, atau alihkan perhatian dengan aktivitas menyenangkan seperti bermain musik, menggambar, atau melakukan latihan pernapasan sederhana untuk menenangkan diri.
Menjaga rutinitas dan kualitas tidur juga sangat penting. Anak dengan pola tidur yang baik cenderung memiliki gejala tics yang lebih ringan karena tubuh dan otak berfungsi lebih stabil. Bila Bunda merasa gejala Si Kecil semakin sering atau mulai mengganggu aktivitasnya, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter anak atau ahli tumbuh kembang agar mendapatkan penanganan dan panduan yang sesuai.
Bunda, selain menciptakan lingkungan yang tenang, stimulasi komunikasi positif juga berperan penting bagi perkembangan anak dengan Tourette Syndrome. Ajak Si Kecil bernyanyi bersama, membacakan cerita favorit, atau berbincang tentang hal yang ia sukai, aktivitas sederhana ini dapat membantu Si Kecil merasa lebih diterima dan berani mengekspresikan diri.
Untuk mengetahui lebih banyak cara melatih kemampuan berbicara dan menumbuhkan rasa percaya diri Si Kecil, Bunda bisa membaca panduan lengkapnya dalam artikel berikut: 5 Cara untuk Latih dan Menstimulasi Si Kecil Lancar Bicara.
Referensi:
Konten Belum Tersedia
Mohon maaf, halaman untuk artikel Tourette Syndrome Berbeda dengan Latah
belum tersedia untuk bahasa inggris. Apakah Bunda dan Ayah ingin melihat artikel lainnya dengan kategori yang sama ?