Parenting Parenting

Gejala PTSD pada Anak dan Cara Memulihkannya

Morinaga ♦ 2 Desember 2025

Gejala PTSD pada Anak dan Cara Memulihkannya

Masa kanak-kanak identik dengan tawa, rasa ingin tahu, dan dunia yang terasa aman. Namun, tidak semua anak memiliki kesempatan menikmati hal tersebut. Beberapa mengalami peristiwa traumatis seperti kecelakaan, bencana, atau kehilangan yang membekas di hati. Luka batin ini kerap bertahan lama dan memengaruhi cara mereka merespons kehidupan sehari-hari.

Trauma yang tidak tertangani dapat berkembang menjadi Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), yaitu gangguan stres yang muncul setelah kejadian berat. Gejalanya sering kali berbeda dari orang dewasa sehingga sulit dikenali. Banyak anak tidak bisa mengungkapkan rasa takutnya lewat kata-kata, melainkan melalui perubahan perilaku seperti mudah marah atau menarik diri. Akibatnya, tanda-tanda PTSD kerap terlihat seperti perubahan mood biasa dan sering terlewatkan.

Perubahan sikap drastis seperti mudah marah, takut, atau menarik diri bisa membuat Bunda merasa bingung menghadapi Si Kecil. Reaksi tersebut sebenarnya merupakan cara tubuh dan pikirannya melindungi diri dari stres berat yang belum terselesaikan. Dukungan emosional dan kasih sayang dari Bunda bisa menjadi kunci agar ia perlahan merasa aman kembali.

Apa itu PTSD dan Mengapa Anak Rentan Mengalaminya

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah kondisi psikologis yang muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang mengancam jiwa atau menimbulkan rasa takut mendalam. Situasi seperti bencana alam, kekerasan, atau kecelakaan dapat meninggalkan jejak psikologis yang kuat. Kenangan akan kejadian tersebut seringkali muncul kembali dalam bentuk mimpi buruk, kilas balik, atau rasa cemas berlebihan seolah bahaya masih ada di sekitar mereka.

Pada umumnya, anak lebih rentan mengalami PTSD karena otaknya masih dalam tahap perkembangan, terutama bagian yang mengatur emosi dan respons stres. Mereka belum sepenuhnya mampu memahami atau menyalurkan rasa takut yang muncul setelah peristiwa traumatis. Akibatnya, tekanan emosional yang berat bisa tersimpan dan muncul dalam bentuk perilaku seperti mudah marah atau menarik diri. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memengaruhi rasa aman, kepercayaan diri, dan kemampuan bersosialisasi.

Setiap anak memiliki cara berbeda dalam menghadapi trauma. Ada yang terlihat tenang meski batinnya terluka, ada pula yang menunjukkan perubahan emosi secara tiba-tiba. Reaksi tersebut bukan tanda kelemahan, melainkan respons alami terhadap peristiwa yang di luar kendali mereka. Pemahaman dari orang tua menjadi peran penting dalam membantu anak memulihkan diri.

Gejala Khas PTSD yang Muncul pada Perilaku Anak

Intrusi atau re-experiencing menjadi salah satu gejala khas PTSD yang sering muncul. Mereka bisa memainkan kembali peristiwa menakutkan melalui permainan, gambar, atau cerita yang diulang-ulang. Mimpi buruk juga sering menghantui dan membuat anak terbangun dengan rasa takut yang sulit dijelaskan. Bahkan hal kecil seperti suara keras atau tempat tertentu dapat memicu reaksi panik seolah kejadian itu terulang kembali.

Pola penghindaran dan mati rasa emosional juga kerap terlihat setelah peristiwa traumatis. Anak bisa menjauh dari orang, tempat, atau kegiatan yang mengingatkannya pada kejadian tersebut. Hal-hal yang dulu membuatnya bersemangat kini tidak lagi menarik perhatian. Dalam kesehariannya, ia tampak datar, sulit berekspresi, dan enggan berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Perubahan reaksi tubuh atau hyperarousal menjadi tanda lain yang perlu diwaspadai. Anak tampak lebih mudah kaget, sering marah tanpa sebab jelas, atau sulit tidur karena tubuhnya terus merasa dalam bahaya. Sistem sarafnya bekerja dalam kondisi siaga tinggi, membuatnya sulit tenang bahkan di situasi aman. Reaksi ini sering disalahartikan sebagai kenakalan, padahal tubuhnya sedang berusaha melindungi diri dari ancaman yang pernah dialami.

Sebagian anak juga menunjukkan perilaku regresif, seperti kembali mengisap ibu jari, mengompol, atau takut berpisah dari orang tua. Perilaku tersebut mencerminkan upaya anak mencari rasa aman yang sempat hilang. Otak anak sedang berusaha menenangkan diri dan membangun kembali kepercayaan terhadap lingkungannya. Perhatian dan kedekatan emosional dari Bunda sangat membantu proses pemulihan ini.

Trauma Rumah Tangga Penyebab PTSD yang Melukai Hati Anak

Tidak semua trauma datang dari luar rumah, sebab lingkungan terdekat justru kerap menjadi sumber luka paling mendalam. Kekerasan emosional, pertengkaran orang tua yang terus berulang, pengabaian, atau kebiasaan membanding-bandingkan bisa meninggalkan jejak batin yang berat. Situasi seperti ini membuat Si Kecil sulit merasa aman dan nyaman di rumah. Tempat yang seharusnya menjadi pelindung justru berubah menjadi ruang penuh tekanan.

Dampak emosional dari kondisi tersebut bisa sangat terasa. Rasa bersalah muncul, harga diri menurun, dan perasaan tidak berharga kerap menyelimuti, membuat sulit membangun kepercayaan terhadap orang lain maupun lingkungan sekitar. Kesulitan merasa aman ini memengaruhi cara memandang diri sendiri dan orang lain dalam jangka panjang. Pola ini bisa membentuk ketidakpercayaan yang mendalam, bahkan terhadap mereka yang berniat baik.

Trauma tidak hanya berasal dari rumah, kejadian di luar keluarga juga berpotensi meninggalkan bekas. Bullying di sekolah, kehilangan orang terdekat, atau kecelakaan serius dapat memicu ketakutan dan rasa tak berdaya. Setiap peristiwa yang membuat Si Kecil merasa tidak terlindungi memiliki potensi menimbulkan luka psikologis yang panjang. Dukungan emosional dari orang-orang dekat tetap menjadi faktor utama dalam membantu proses pemulihannya.

Apa yang Terjadi Jika PTSD Tidak Ditangani

Ketika PTSD tidak tertangani, dampaknya dapat menjalar ke berbagai aspek tumbuh kembang anak. Kondisi ini bisa terbawa hingga dewasa dan memengaruhi cara ia menghadapi tekanan hidup. Karena itu, penanganan sejak dini sangat membantu mencegah dampak jangka panjang yang lebih berat.

Gangguan Mental Jangka Panjang

PTSD yang tidak ditangani bisa memicu gangguan mental lain yang lebih serius. Risiko munculnya depresi, kecemasan kronis, atau perilaku bermasalah menjadi lebih tinggi. Ketakutan yang terus terpendam membentuk cara pandang negatif terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar. Lama-kelamaan, perasaan cemas dan waspada bisa terus membayangi kehidupan sehari-hari.

Hambatan Perkembangan Sosial dan Akademik

Trauma yang tidak terselesaikan dapat mempengaruhi kemampuan untuk fokus dan berinteraksi. Ia mungkin kesulitan memahami pelajaran di sekolah atau enggan bermain bersama teman. Sikap tertutup ini sering dianggap sebagai malas atau tidak kooperatif, padahal ada luka yang belum sembuh di baliknya. Kondisi tersebut membuat kepercayaan diri anak perlahan menurun dan prestasinya ikut terdampak.

Perilaku Merusak Diri dan Agresif

Dalam kasus berat, tekanan emosional yang menumpuk bisa membuat anak melakukan hal-hal berisiko. Ia mungkin melukai diri sendiri atau bersikap agresif terhadap orang lain. Perilaku ini bukan kenakalan, melainkan cara otak menyalurkan emosi yang belum terselesaikan. Begitu tanda-tanda ini muncul, dukungan profesional menjadi sangat penting agar emosi dapat dikelola dengan aman.

Kecerdasan Emosional Fondasi Penting Pemulihan Trauma

Pemulihan jangka panjang dari PTSD tidak hanya berfokus pada mengatasi gejala, tetapi juga memperkuat kemampuan anak dalam mengenali dan mengelola emosinya. Kecerdasan emosional atau emotional quotient (EQ) menjadi fondasi penting dalam proses ini. EQ mencakup kemampuan mengenali, memahami, dan mengatur perasaan sendiri maupun orang lain. Anak yang memiliki EQ baik dapat lebih mudah menavigasi emosi yang kompleks pascatrauma.

Pemahaman dan pengelolaan emosi membantu Si Kecil menghadapi stres serta menenangkan diri ketika ingatan buruk muncul kembali. Saat ia menyadari bahwa rasa takut atau marah bukan hal yang salah, ia bisa menenangkan diri tanpa menekan perasaan. Proses ini memperkuat kemampuan mengontrol reaksi emosional dan menghadapi tantangan dengan lebih tenang. Seiring waktu, pikiran dan tubuh belajar menyesuaikan diri sehingga Si Kecil merasa lebih aman dan stabil.

Peran Bunda juga sangat besar dalam membentuk kecerdasan emosionalnya. Sikap tenang dan cara Bunda merespons emosi menjadi contoh nyata yang ditiru Si Kecil setiap hari. Ciptakan suasana yang aman bagi Si Kecil untuk berbagi perasaan, tanpa takut dihakimi atau disalahkan. Ketika Bunda mampu menjadi tempat perlindungan emosional, proses pemulihannya akan berjalan lebih hangat dan penuh rasa percaya.

Strategi Bunda Menguatkan Mental Anak di Rumah

Langkah awal dalam membantu pemulihan Si Kecil adalah menjadi pendengar yang hadir sepenuhnya. Saat Si Kecil mulai terbuka, berikan ruang agar ia bisa mengungkapkan isi hatinya tanpa interupsi. Tanggapi dengan kalimat yang menenangkan seperti “Wajar kalau kamu merasa takut,” untuk menunjukkan empati dan penerimaan. Sikap ini memberi sinyal bahwa perasaannya valid dan aman untuk dibagikan.

Kestabilan dalam rutinitas sehari-hari juga berperan besar dalam menenangkan sistem saraf. Jadwal tidur yang teratur, waktu makan yang konsisten, dan kegiatan harian yang dapat diprediksi membantu tubuhnya merasa lebih tenang. Pola yang stabil menurunkan rasa cemas dan membuat Si Kecil tahu apa yang diharapkan dari hari-harinya. Ketika keseharian terasa terkendali, rasa aman pun perlahan tumbuh kembali.

Bunda juga bisa mengajarkan cara mengelola emosi melalui aktivitas yang menenangkan. Latih Si Kecil untuk bernapas perlahan saat cemas, menulis perasaannya di buku harian, atau menyalurkannya lewat gambar. Kegiatan seperti ini membantu mengurai tekanan batin yang terpendam. Dalam proses tersebut, ia akan belajar mengenali emosinya dan menemukan cara sehat untuk menenangkan diri.

Kapan Saatnya Mencari Bantuan Profesional

Bunda sebaiknya segera berkonsultasi dengan tenaga profesional bila gejala PTSD mulai mempengaruhi aktivitas harian Si Kecil. Tanda-tandanya bisa berupa sulit berkonsentrasi, sering marah tanpa sebab, atau muncul dorongan untuk melukai diri sendiri. Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan karena dapat menghambat proses tumbuh kembangnya. Dukungan dari ahli akan membantu mencegah trauma berkembang menjadi gangguan yang lebih berat.

Psikolog anak biasanya menerapkan terapi berbasis trauma seperti Trauma-Focused Cognitive Behavioral Therapy (TF-CBT). Terapi ini membantu Si Kecil memproses peristiwa yang mengganggu pikirannya dalam suasana aman dan terarah. Melalui pendampingan rutin, anak belajar mengenali pikiran serta emosi yang muncul tanpa merasa dihakimi. Prosesnya memang bertahap, namun terbukti efektif dalam memperkuat ketahanan emosional.

Selain itu, Bunda juga bisa memperkaya wawasan tentang cara mendukung perkembangan emosional anak melalui berbagai sumber edukatif. Morinaga menyediakan panduan dan program yang mendukung perkembangan emosional serta mental secara menyeluruh. Bunda bisa memanfaatkan sumber ini sebagai pendamping dalam proses pemulihan di rumah. Program ini membantu Si Kecil belajar mengenali, mengelola, dan menyalurkan emosinya secara sehat.

Agar proses pemulihan lebih efektif, Bunda bisa mulai mengasah kecerdasan emosional sejak dini. EQ membantu Si Kecil mengenali dan mengelola perasaan, sehingga lebih tenang menghadapi stres dan tantangan sehari-hari. Anak yang terbiasa menata emosi dapat lebih mudah memproses rasa takut dan belajar melanjutkan hari tanpa terbebani. Bunda bisa mulai mencoba panduan langkah demi langkah cara mengasah kecerdasan emosional Si Kecil untuk membangun mental yang kuat, mudah diikuti, dan bisa langsung diterapkan di rumah. 

Selain itu, Bunda juga dapat menemukan informasi lebih lanjut melalui Morinaga Intelligence & Parenting Program (MIPP) yang dirancang untuk mendukung tumbuh kembang mental Si Kecil secara menyeluruh.

Referensi

  • KlikDokter. PTSD pada Anak Bisa Ganggu Tumbuh Kembang, Benarkah? Diakses 11 November 2025. https://www.klikdokter.com/ibu-anak/kesehatan-anak/ptsd-pada-anak-bisa-ganggu-tumbuh-kembang-benarkah?srsltid=AfmBOoq4nSJYpW8GchQjKvwVxxwfF_ne-uY3McpIZXqjpm42R-pGpCb_ 
  • Children’s Mental Health. Post-Traumatic Stress Disorder in Children. Diakses 11 November 2025. https://www.cdc.gov/children-mental-health/about/post-traumatic-stress-disorder-in-children.html