Autisme, yang juga dikenal sebagai gangguan spektrum autisme (GSA), merupakan sebuah gangguan neurologis yang mempengaruhi cara anak berinteraksi, berkomunikasi, dan bertindak. Meski penyebab pastinya masih menjadi misteri, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kombinasi faktor genetik dan lingkungan dapat menjadi penyebabnya.
Ciri-ciri anak autis yang paling mudah dikenali di usia dini terlihat dari adanya kesulitan dalam berinteraksi, pola perilaku yang berulang, dan keterbatasan komunikasi. Namun, selain dua hal tersebut masih ada beberapa tanda yang perlu Bunda kenali.
Untuk membantu Bunda memahami lebih jauh terkait gangguan ini, yuk baca artikel di bawah ini hingga selesai.
Pada sebagian anak, ciri-ciri gangguan autisme mulai muncul pada awal masa bayi, seperti berkurangnya kontak mata, tidak merespons terhadap nama, dan tidak peduli terhadap pengasuh.
Sebagian lainnya mengalami perkembangan yang normal pada tahun pertama kehidupan anak, namun tiba-tiba kehilangan bahasa yang sebelumnya dimiliki saat memasuki usia 2 tahun.
Gejala autisme yang dialami anak umumnya bisa berbeda-beda, namun ada beberapa tanda-tanda umum yang bisa Bunda kenali seperti:
Mayoritas anak yang mengalami autisme akan sulit untuk berkomunikasi, menulis, membaca, dan sulit memahami bahasa isyarat, seperti menunjuk atau melambai. Hal ini tentu saja akan membuatnya sulit untuk memulai sebuah percakapan dan memahami maksud dari suatu perkataan ataupun petunjuk yang diberikan oleh orang lain.
Tak jarang, anak dengan diagnosa autis juga gemar mengucapkan kata tertentu berulang kali, baik dari kalimat yang ia dengar beberapa waktu sebelumnya atau dari nada tertentu yang terkesan seperti layaknya bernyanyi, bahkan sering tantrum.
Meskipun tantrum merupakan hal yang normal dialami anak-anak, tetapi kondisi ini tidak boleh diabaikan atau ditangani asal-asalan ya, Bun. Untuk mengetahui penanganan yang tepat, baca artikel berikut yuk: Cara Efektif Mengatasi Anak Tantrum dan Ciri Umumnya
Selain masalah komunikasi, anak autis juga sering mengalami kesulitan bersosialisasi. Mereka sering kali terlihat asyik bermain sendiri dan lebih sulit untuk terhubung untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Beberapa contoh ciri autisme terkait dengan cara berkomunikasi dan bersosialisasi, antara lain:
Oleh sebab itu, anak dengan gangguan autisme biasanya tidak mudah meminjamkan mainan kepada orang lain, atau tidak bisa fokus pada sistem pembelajaran yang ada di sekolah.
Tingkah laku, ketertarikan, dan rutinitas anak yang menderita autisme cenderung berulang, monoton, dan terbatas.
Misalnya, ketika sedang berbicara atau berinteraksi dengan suatu benda, anak autis biasanya akan sibuk melakukan suatu gerakan tidak perlu secara berulang pada bagian tubuh tertentu, membolak-balikkan suatu benda, menumpuk mainan, ataupun mengulangi kata-kata yang sebelumnya disampaikan oleh lawan bicara.
Beberapa contohnya antara lain:
Meski demikian, tidak semua anak dengan gangguan autisme mengalami gejala yang buruk. Beberapa anak penderita autisme juga banyak yang mempunyai bakat atau kelebihan alami dalam bidang tertentu, misalnya seperti dapat menerima pelajaran secara terperinci dan mengingatnya untuk jangka waktu yang lama.
Dilansir dari Center for Disease Control and Prevention (CDC), selain terlihat dari pola perilaku dan cara berkomunikasi, ada beberapa ciri lain yang umumnya dialami oleh anak autis, yaitu:
Pada anak yang mengalami autisme, ciri-ciri yang telah disebutkan belum tentu akan mereka alami semuanya ya Bun.
Anak autis umumnya mengalami kondisi keterlambatan dalam tumbuh kembangnya. Hal pertama yang paling terlihat adalah keterlambatan kemampuan bahasa dan interaksi sosialnya. Selain dau hal tersebut, Si Kecil juga berpotensi mengalami keterlambatan pada kemampuan kognitifnya.
Penting bagi Bunda untuk mewaspadai red flag atau tanda bahaya autisme tersebut. Gejala-gejala ini biasanya mulai muncul pada usia tertentu, dan sebaiknya segera dilakukan penanganan oleh dokter ahli.
Berikut adalah beberapa tanda bahaya autisme yang perlu Bunda ketahui:
Apabila Bunda melihat satu di antara sekian tanda di atas, maka segeralah bawa Si Kecil untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut atau skrining ke dokter spesialis anak. Sehingga diagnosis maupun intervensi dapat dilakukan secepat mungkin.
Hingga saat ini, autisme, atau gangguan spektrum autisme (GSA), tidak dapat disembuhkan secara total. Autisme adalah kondisi neurologis yang kompleks dan berkelanjutan yang berpengaruh pada pengembangan otak, memengaruhi cara seseorang berkomunikasi, berinteraksi, dan memproses informasi.
Meskipun belum bisa disembuhkan, ada banyak terapi dan pendekatan intervensi yang dapat membantu anak dengan autisme untuk meningkatkan keterampilan sosial, komunikasi, dan perilaku adaptif. Terapi-terapi ini dirancang untuk mengurangi gejala dan meningkatkan fungsi serta kualitas hidup. Pendekatan ini termasuk terapi perilaku, terapi wicara, terapi okupasional, dan pendidikan khusus, serta dukungan bagi keluarga dan pengasuh.
Umumnya, sebelum dilakukan perawatan akan ada analisa kondisi kesehatan terlebih dahulu, sehingga jenis terapi yang dijalankan bisa lebih maksimal. Sebab, metodologi serta prosedur penanganan dokter kepada tiap anak penderita gangguan autisme bisa berbeda-beda.
Saat ini, belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan gangguan spektrum autisme, dan masing-masing anak mungkin memerlukan pendekatan yang berbeda. Tujuan utama dari pengobatan autisme adalah untuk meningkatkan kemampuan fungsi anak dalam beraktivitas sehari-hari dengan mengurangi gejala gangguan spektrum autisme.
Beberapa pilihan terapi yang dapat dilakukan meliputi:
Terapi autisme melalui penyesuaian perilaku serta cara berkomunikasi bisa dieksekusi dengan memberikan contoh respon secara langsung kepada anak.
Contohnya seperti skill dasar verbal maupun nonverbal dalam aktivitas sehari-hari. Dengan melakukan terapi ini, Si Kecil dapat belajar berbahasa lewat contoh kalimat sesuai seperti apa yang mereka ingin sampaikan, serta mengubah perilaku anak untuk menghindari emosinya.
Pendekatan melalui pendidikan yang dijalani anak juga dapat dilakukan melalui kolaborasi antara guru, tenaga kesehatan profesional, dan beragam aktivitas untuk meningkatkan keterampilan sosial, komunikasi, dan perilaku anak. Anak-anak usia prasekolah yang menerima intervensi perilaku yang intensif dan individual seringkali menunjukkan kemajuan yang baik.
Salah satu pendekatan yang bisa dilakukan misalnya, menerapkan ide bahwa anak dengan autisme mampu memahami informasi dengan baik apabila terdapat unsur konsistensi dan pembelajaran visual. Ini memberikan guru cara untuk menyesuaikan struktur kelas untuk mendukung perkembangan anak secara akademik.
Tujuan utama dari prosedur ini yaitu supaya seluruh anggota keluarga dapat belajar menyesuaikan diri terkait caranya berinteraksi dengan anak autis dan mengajarkan anak tersebut untuk berbicara dan berperilaku normal.
Misalnya, Bunda akan diberi edukasi untuk mengasuh Si Kecil yang menderita autisme, karena anak penderita gangguan autisme cenderung tidak dapat diasuh dengan pola asuh yang diterapkan pada anak yang normal.
Mengonsumsi obat sebenarnya tidak bisa untuk menyembuhkan autisme, tetapi dapat mengendalikan gejalanya. Contohnya, pemberian obat ini dilakukan untuk mengatasi kejang, masalah perilaku, depresi, dan gangguan tidur.
Terapi pemberian obat memang tidak diperlukan oleh semua penderita autisme. Namun, setiap anak dengan gangguan penyakit ini wajib memperoleh perawatan non-obat yang diikuti dengan sekolah atau pembinaan kemampuan mandiri dan kemampuan untuk berkarya.
Tingkat kedalaman intervensi sendiri secara umum akan dilakukan oleh terapis berpengalaman yang didampingi oleh dokter syaraf serta dokter rehabilitasi medis. Beberapa faktor yang bisa menentukan di antaranya seperti tingkat keparahan gejala, umur anak, dan juga kapabilitas otak Si Kecil.
Dengan semakin berkembangnya ilmu kedokteran, sehingga terdapat secercah harapan pada penyakit autisme. Pasalnya, saat ini sudah banyak instrumen skrining yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini autisme dengan lebih spesifik. Semakin dini diagnosis autisme, maka semakin cepat pula intervensi yang dapat diberikan.
Nah, demikianlah beberapa ciri-ciri anak autis yang perlu Bunda ketahui. Jangan terlambat mengenali autisme ya. Apabila Bunda menemukan ciri-ciri ataupun red flags pada Si Kecil, maka segeralah bawa ke rumah sakit atau dokter spesialis anak untuk mendapatkan diagnosis lebih lanjut. Selain itu, ketahui juga cara melatih fokus Si Kecil yang menderita autis, yuk.
Referensi:
Konten Belum Tersedia
Mohon maaf, halaman untuk artikel Ciri-ciri Anak Autis yang Mudah Dikenali di Usia Dini
belum tersedia untuk bahasa inggris. Apakah Bunda dan Ayah ingin melihat artikel lainnya dengan kategori yang sama ?