Pernahkah Si Kecil mengaku sudah sikat gigi, padahal belum? Atau mengatakan tidak menjatuhkan mainan, padahal jelas terlihat. Biasanya anak berbohong karena ia mulai memahami bahwa kata-kata bisa memengaruhi reaksi orang lain. Umumnya kebiasaan ini mulai terlihat sejak usia 3 tahun, seiring berkembangnya kemampuan bahasa dan daya imajinasinya.
Namun, penting bagi Bunda untuk tidak menganggap remeh kebiasaan ini. Membentuk pola perilaku positif sejak dini akan menghindarkannya dari kebiasaan untuk memanipulasi kenyataan demi menghindari tanggung jawab atau mendapat keuntungan.
Kebohongan yang berulang bisa merusak kepercayaan antara Bunda dengannya. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini juga mengganggu perkembangan moral dan sosialnya, sehingga ia akan kesulitan menjalin hubungan yang sehat dan jujur dengan orang lain. Memahami alasan di balik berbohong sangat penting agar Bunda dapat membantu mengatasi kebiasaan ini.
Bunda, Si Kecil yang mulai suka berbohong bisa jadi membuat orang tua khawatir. Namun, tenang, berbohong sebenarnya bagian dari proses tumbuh kembangnya, terutama saat ia mulai memahami konsep benar dan salah. Biasanya, anak mulai mencoba berbohong di usia 3 tahun, ketika imajinasi dan kemampuan bahasanya mulai berkembang.
Alasannya melakukan tindakan kebohongan bisa beragam. Ada yang berbohong karena takut dimarahi, ingin menghindari hukuman, atau hanya ingin mendapatkan perhatian dari orang lain. Misalnya, ketika Si Kecil berkata tidak menjatuhkan gelas, padahal jelas terlihat ia yang melakukannya, itu bisa jadi refleks dari rasa takut dan rasa bersalah. Mungkin ia juga berbohong untuk membentuk citra positif, misalnya mengatakan punya mainan baru (yang sebenarnya tidak ada) karena ingin dipuji temannya.
Lingkungan sekitar juga punya pengaruh munculnya kebiasaan tidak berkata jujur. Jika ia sering melihat orang dewasa berbohong, tentu dengan mudahnya akan meniru. Bahkan dalam beberapa kasus, berbohong menjadi mekanisme pertahanan diri ketika merasa tertekan, malu, atau cemas. Karena itu, pahamilah bahwa kebiasaan ini bukan semata-mata karena Si Kecil "nakal", namun karena ia belum tahu cara lain untuk menghadapi situasi yang menekan emosinya.
Langkah pertama yang bisa Bunda ambil sebagai solusi kebiasaan berkata tidak jujur, contohnya dengan menciptakan ruang komunikasi yang aman dan terbuka. Ajak Si Kecil bicara secara lembut, tanpa menghakimi atau menyalahkan lebih dulu. Daripada langsung memarahi, Bunda bisa berkata lembut namun tegas, seperti, “Bunda ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, Nak. Kamu bisa cerita jujur ke Bunda.”
Memberikan hukuman secara berlebihan justru bisa memperparah ketakutannya untuk berkata jujur. Sebaliknya, beri apresiasi saat mereka berani mengakui kesalahan. Tunjukkan bahwa kejujuran lebih penting daripada kesalahan yang telah dilakukan.
Menjadi teladan merupakan cara yang paling efektif. Misalnya saat Bunda tidak malu mengakui kesalahan Bunda di depannya, ia akan memahami bahwa jujur itu bukan hal yang memalukan dan perlu dihindari.
Supaya metode ini berhasil maksimal, lakukanlah secara konsisten. Apabila reaksi Bunda masih berubah-ubah, ia bisa bingung. Usahakan untuk tetap tenang, sabar, dan tetap menunjukkan bahwa jujur adalah pilihan terbaik dalam kondisi apapun.
Penting untuk mendidik dengan penuh kasih sayang selama proses pembentukan pribadi Si Kecil. Jika tangki cinta dan kasih sayang selalu penuh, ia cenderung menjadi sosok yang akan terbuka dan jujur kepada Bunda.
Salah satu pola asuh positif yang bisa diterapkan yakni banyak mendengar, sedikit menghakimi. Sebelum terlanjur memarahi, tanyakan dulu perasaannya. Bantu ia memahami akibat dari berbohong dengan cara yang penuh empati, tanpa harus melakukan pola asuh negatif.
Jangan ragu untuk memberikan pujian atas kejujurannya. Walaupun mengaku telah melakukan kesalahan, tetap beri apresiasi atas keberaniannya untuk berkata sebenarnya. Lalu, Bunda bisa berkata, “Terima kasih sudah jujur ya, Nak. Bunda tahu itu nggak mudah, tapi kamu hebat karena sudah berani cerita.”
Jika di suatu waktu, Si Kecil lupa mengerjakan PR, daripada langsung memarahinya, lebih baik untuk berkata, ““Bunda senang kamu jujur. Yuk, sekarang kita cari cara supaya kamu bisa lebih ingat ke depannya.”
Melakukan pendekatan yang tepat membuatnya lebih merasa aman untuk terbuka. Lama kelamaan kebiasaannya untuk berbohong akan semakin berkurang.
Kejujuran adalah nilai yang bisa dipelajari sejak dini ya, Bunda. Salah satu cara efektifnya dengan memberikan penghargaan setiap Si Kecil bersikap jujur, seperti pujian hangat atau pelukan.
Usahakan untuk menciptakan lingkungan yang nyaman baginya, supaya tidak ragu mengungkapkan hal yang sudah dialami tanpa takut kena marah. Sebagai peniru ulung, ia akan selalu mencontoh tindakan dari orang sekelilingnya, termasuk Bunda. Faktanya tindakan kecil bisa meninggalkan kesan besar di hatinya.
Selain itu, ajari untuk memahami konsekuensi berbohong lewat cerita atau permainan. Pilih dongeng tentang tokoh yang belajar jujur. Tokoh dongeng yang lucu bisa menjadi cara seru untuk mengajarkan akibat bohong yang akan merusak hubungan dengan siapa saja, baik orang tua, keluarga, dan teman. Apabila ia telah melakukan sebuah kesalahan, berikan pengertian supaya memperbaiki dengan cara positif, hindari ancaman penuh intimidasi.
Semakin dini Bunda menanamkan nilai kejujuran, maka semakin besar kemungkinan Si Kecil tumbuh menjadi pribadi yang jujur dan bertanggung jawab. Kebiasaan berbohong memang perlu ditangani dengan hati-hati dan penuh empati. Sebaiknya adopsi pola asuh yang tepat serta jangan ragu melakukan komunikasi terbuka dua arah.
Pendekatan yang positif bisa membantunya tumbuh menjadi pribadi yang jujur dan berkarakter baik. Yuk, pelajari lebih lanjut bagaimana pola asuh yang tepat bisa membentuk karakter positif Si Kecil, di sini ya: Dukung Karakter Baik Si Kecil dengan Pola Asuh Positif.
Referensi:
Konten Belum Tersedia
Mohon maaf, halaman untuk artikel Mengatasi Kebiasaan Berbohong pada Anak Secara Efektif
belum tersedia untuk bahasa inggris. Apakah Bunda dan Ayah ingin melihat artikel lainnya dengan kategori yang sama ?