Parenting Parenting

Bunda Capek Mengurus Si Kecil? Waspadai Parental Burnout

Morinaga Platinum ♦ 15 Oktober 2025

Bunda Capek Mengurus Si Kecil? Waspadai Parental Burnout

Menjadi orang tua adalah salah satu peran paling berharga dalam hidup yang penuh dengan cinta, tawa, dan momen berharga bersama Si Kecil. Namun, di balik kehangatan itu, ada kenyataan lain yang tak jarang dirasakan banyak Bunda, kelelahan yang begitu dalam, baik secara fisik maupun emosional. Mulai dari mengurus kebutuhan Si Kecil, memastikan asupan NUTRISI-nya terpenuhi, hingga menyeimbangkan tanggung jawab rumah tangga dan pekerjaan, semua itu bisa terasa berat.

Sering kali, Bunda menganggap rasa lelah tersebut sebagai hal yang wajar, sesuatu yang “harus dijalani” sebagai bagian dari menjadi orang tua. Padahal, ketika kelelahan itu terus berlanjut dan mulai membuat Bunda kehilangan semangat, mudah marah, atau merasa jauh secara emosional dari Si Kecil, bisa jadi itu adalah tanda parental burnout, kondisi nyata yang perlu diperhatikan dengan serius. Mengenal dan memahami parental burnout bukan berarti Bunda lemah, justru ini langkah penting agar Bunda bisa kembali memulihkan energi dan memberikan ATENSI terbaik untuk tumbuh kembang Si Kecil.

Apa itu Parental Burnout?

Parental burnout adalah kondisi kelelahan ekstrem yang dialami orang tua akibat stres pengasuhan yang terus-menerus tanpa cukup waktu untuk pemulihan. Kondisi ini muncul ketika tuntutan pengasuhan jauh melebihi sumber daya atau dukungan yang dimiliki oleh orang tua, seperti yang diulas oleh Harvard Health Publishing.

Fase ini adalah respons alami tubuh terhadap tekanan yang berkepanjangan, bukan tanda kegagalan atau kelemahan. Pengasuhan membutuhkan energi fisik dan emosional yang sangat besar. Ketika cadangan energi ini habis tanpa sempat diisi ulang, Bunda akan mengalami kelelahan mendalam, muncul rasa bersalah, atau bahkan kehilangan koneksi emosional dengan Si Kecil. Mengakui perasaan ini adalah langkah awal untuk mencari dukungan, seperti berbagi beban atau menyediakan waktu untuk diri sendiri.

Parental Burnout Bukan Kelelahan Biasa

Meskipun Bunda mungkin sering merasa lelah setelah seharian mengurus Si Kecil, parental burnout berbeda dari kelelahan biasa yang bisa hilang setelah tidur atau istirahat sejenak.

Kondisi ini ditandai dengan kehabisan energi emosional dan fisik yang persisten. Gejalanya pun lebih serius, Bunda akan merasakan penurunan kebahagiaan saat mengasuh, bahkan dapat muncul keinginan untuk “menjauh sejenak” dari peran sebagai orang tua. Berbeda dengan lelah sesaat, burnout dapat menyebabkan perubahan suasana hati yang drastis dan rasa tidak mampu menjadi orang tua yang baik.

Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius. Sebab, jika dibiarkan, stres akan menumpuk dan menurunkan kemampuan Bunda dalam memberikan ATENSI dan kasih sayang yang optimal. Oleh karena itu, mengenali perbedaan ini sejak dini sangat penting untuk menyeimbangkan kembali energi dan tanggung jawab pengasuhan.

Tanda-Tanda yang Perlu Bunda Sadari

Bunda, mengenali tanda-tanda parental burnout sejak dini sangat penting agar kelelahan tidak berkembang menjadi masalah yang lebih serius. Kondisi ini biasanya muncul secara bertahap dan sering kali disalah artikan sebagai kelelahan biasa.

Namun, perbedaannya terletak pada intensitas dan dampaknya terhadap hubungan emosional antara Bunda dan Si Kecil. Berikut beberapa gejala utama parental burnout yang perlu Bunda perhatikan:

1. Merasa Terkuras Habis Secara Fisik dan Emosional

Bunda mungkin merasa tidak memiliki tenaga lagi, bahkan untuk melakukan aktivitas sederhana seperti menyiapkan makanan atau menemani Si Kecil bermain. Kondisi ini sering muncul akibat stres pengasuhan yang terus-menerus tanpa cukup waktu untuk pemulihan diri.

2. Menjaga Jarak Emosional dari Si Kecil

Salah satu ciri paling mencolok adalah munculnya rasa “mati rasa” terhadap kebutuhan emosional anak. Bunda mungkin merasa sulit memberikan ATENSI penuh atau merespons Si Kecil dengan kasih sayang seperti biasanya. Orang tua yang mengalami burnout sering kali secara tidak sadar membatasi kedekatan emosional sebagai mekanisme pertahanan diri terhadap stres berlebih.

3. Merasa Kehilangan Kebahagiaan dalam Mengasuh Si Kecil

Aktivitas yang dulu membuat Bunda bahagia kini terasa seperti beban. Bunda bisa merasa bersalah karena kehilangan antusiasme untuk bermain atau menghabiskan waktu bersama Si Kecil. Banyak orang tua dalam kondisi burnout merasa “terperangkap dalam rutinitas pengasuhan tanpa rasa makna atau kegembiraan,” padahal sebelumnya mereka sangat menikmati peran sebagai orang tua.

4. Menurunnya Kepercayaan Diri sebagai Orang Tua

Burnout juga bisa membuat Bunda merasa tidak kompeten dalam mengasuh. Perasaan ini sering disertai pikiran negatif seperti “Saya ibu yang buruk” atau “Saya tidak bisa melakukan ini dengan benar.” Kondisi ini dapat memperburuk stres dan menciptakan siklus kelelahan emosional yang sulit diputus.

5. Perubahan Fisik dan Perilaku

Selain gejala emosional, burnout juga bisa tampak secara fisik, seperti sering sakit kepala, sulit tidur, atau kehilangan nafsu makan. Dalam jangka panjang, stres kronis pada orang tua dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko depresi.

Bunda tidak sendirian. Mengenali tanda-tanda di atas bukan berarti gagal menjadi orang tua, melainkan langkah awal yang sangat bijak untuk memulihkan energi dan semangat. Dengan mengenali gejala sejak dini, Bunda bisa mulai mencari dukungan dan menyeimbangkan kembali kehidupan pengasuhan agar hubungan dengan Si Kecil tetap hangat dan penuh kasih.

Langkah Awal Pulih dari Parental Burnout

Menghadapi parental burnout memang tidak mudah, tetapi Bunda tidak sendirian. Kondisi ini bisa dipulihkan dengan langkah-langkah kecil yang berfokus pada pemulihan diri dan keseimbangan emosional. Kuncinya adalah menyadari bahwa merawat diri sendiri bukan bentuk egois, melainkan pondasi penting agar Bunda dapat kembali hadir sepenuhnya bagi keluarga.

1. Akui dan Validasi Perasaan Bunda

Langkah pertama menuju pemulihan adalah mengakui perasaan lelah dan kewalahan tanpa merasa bersalah. Banyak orang tua berusaha menekan emosinya karena takut terlihat lemah, padahal mengabaikan perasaan hanya memperburuk keadaan. Mengakui perasaan adalah bentuk keberanian emosional yang membantu otak mulai memproses stres dengan lebih sehat.

Bunda bisa memulainya dengan berbicara pada diri sendiri dengan lembut: “Saya sedang lelah, dan itu tidak apa-apa.” Validasi ini membantu Bunda memahami bahwa kelelahan adalah sinyal tubuh dan pikiran yang perlu diperhatikan, bukan sesuatu yang harus disalahkan.

2. Ciptakan Jeda Kecil untuk Diri Sendiri

Langkah berikutnya adalah memberikan diri waktu untuk bernapas. Tak perlu menunggu waktu libur panjang, 15 menit saja bisa berarti banyak. Misalnya, menikmati secangkir teh hangat tanpa gangguan, berjalan sebentar di luar rumah, atau sekadar mendengarkan musik favorit.

Aktivitas singkat seperti ini dapat menurunkan hormon stres dan mengembalikan kejernihan pikiran. Kuncinya adalah konsistensi, bukan lamanya waktu. Bunda bisa menjadikan momen ini sebagai rutinitas kecil untuk “mengisi ulang energi” sebelum kembali menjalani aktivitas mengasuh.

3. Jangan Ragu Mencari Dukungan

Pulih dari parental burnout bukan berarti Bunda harus menanggung semuanya sendiri. Dukungan sosial memainkan peran besar dalam proses pemulihan. Cobalah berbicara dengan pasangan, teman dekat, atau keluarga yang bisa menjadi tempat berbagi tanpa menghakimi.

Jika perasaan lelah dan kehilangan motivasi mulai mengganggu kehidupan sehari-hari, bantuan profesional seperti psikolog atau konselor keluarga bisa menjadi solusi terbaik. Berbicara dengan tenaga ahli membantu orang tua menemukan strategi coping yang lebih sehat serta mencegah kelelahan berulang.

Mengatasi parental burnout adalah langkah awal yang sangat vital dalam perjalanan pengasuhan. Saat Bunda mulai memulihkan diri dari kelelahan emosional, Bunda sedang membangun kembali fondasi penting dalam keluarga, yaitu kesehatan mental. Menjaga kesehatan mental bukan hanya tentang merasa bahagia, tetapi juga tentang memiliki ketenangan batin untuk memberikan perhatian dan kasih sayang secara penuh kepada Si Kecil.

Ingatlah, Bunda yang sehat secara mental akan menciptakan keluarga yang sehat dan bahagia. Untuk memahami lebih dalam bagaimana keseimbangan emosi dan ketenangan pikiran dapat memperkuat keharmonisan keluarga, kunjungi halaman: Keluarga Sehat Berawal Dari Kesehatan Mental Bunda dan temukan berbagai wawasan penting tentang kesehatan mental Bunda demi keluarga yang harmonis dan penuh cinta.

Referensi:

  • Harvard Health Publishing. Parental burnout: What it is and how to cope. Diakses 08 Oktober 2025. https://www.health.harvard.edu/blog/parental-burnout-what-it-is-and-how-to-cope-202209262820
  • Psychology Today. (n.d.). Burnout. Diakses 08 Oktober 2025. https://www.psychologytoday.com/us/basics/burnout
  • The New York Times. Parental burnout is real. Here’s how to avoid it. Diakses 08 Oktober 2025. https://www.nytimes.com/2021/04/21/parenting/parental-burnout.html
  • NHS. Scoliosis. Diakses 08 Oktober 2025. https://www.nhs.uk/conditions/scoliosis/treatment-in-children/
  • NYU Lang One. Recovery & Support for Scoliosis in Children. Diakses 08 Oktober 2025. https://nyulangone.org/conditions/scoliosis-in-children/support
  • PMC. Current Trends in Pediatric Spine Deformity Surgery: Multimodal Pain Management and Rapid Recovery. Diakses 08 Oktober 2025. https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7160808/
  • HSS. Scoliosis in Children and Teenagers: An Overview. Diakses 08 Oktober 2025. https://www.hss.edu/health-library/conditions-and-treatments/scoliosis-in-children-teenagers