Gizi & Nutrisi Gizi & Nutrisi

Cegah Si Kecil Keracunan, Ini Cara Tepat Simpan Ikan Kembung

Morinaga ♦ 4 September 2025

Cegah Si Kecil Keracunan, Ini Cara Tepat Simpan Ikan Kembung

Mengutamakan hal terbaik untuk Si Kecil, Bunda tentu ingin menjamin kualitas NUTRISI Si Kecil melalui pemberian makanan bergizi, terutama pada MP-ASI. Ikan kembung merupakan salah satu bahan makanan bernutrisi tinggi yang kerap dicari karena kaya akan kandungan omega-3, serta jenis asam lemak esensial yang biasa ditemukan pada salmon dan tuna. Asam lemak ini sangat penting dalam mendukung fungsi otak dan perkembangan kognitif yang berpengaruh pada kecerdasan Si Kecil.

NUTRISI yang berkualitas hanya bisa didapatkan pada ikan yang masih dalam kondisi baik. Kesalahan dalam penyimpanannya dapat menghilangkan kualitas kandungan omega-3, atau lebih parahnya, dapat menghasilkan zat tertentu yang bersifat racun. Itu sebabnya, Bunda perlu memahami cara menyimpannya dengan baik agar menghindari risiko keracunan makanan pada Si Kecil. Cari tahu pula alternatif bahan makanan omega-3 lain yang lebih mudah diakses dan ditangani penyimpanannya.

Kehilangan NUTRISI karena Salah Simpan

Penyimpanan makanan yang tidak tepat berakibat pada rusak dan hilangnya NUTRISI penting di dalamnya. Hal serupa juga berlaku saat ada kesalahan penyimpanan ikan kembung. Manfaat nutrisi pada ikan kembung hanya bisa didapat secara optimal jika Bunda menjaga kualitasnya.

Supaya bisa tetap terjaga keutuhan gizinya, syarat utamanya adalah Bunda wajib membeli ikan dalam kondisi segar. Setelah itu, segera lakukan pengolahan atau simpan ke dalam kulkas jika tidak ingin memasaknya dalam waktu dekat. Hindari membiarkannya di suhu ruang selama lebih dari dua jam. Hal tersebut dikarenakan suhu ruang dapat meningkatkan aktivitas bakteri penyebab pembusukan serta pemicu kontaminasi zat beracun.

Selama proses penyimpanan di kulkas, tetap gunakan wadah penyimpanan tertutup rapat dan kedap udara. Dalam kondisi penyimpanan seperti ini, ikan kembung dapat bertahan selama kurang lebih 2 hari. Jika hendak menyimpannya lebih lama, Bunda dapat memindahkannya ke bagian freezer dengan tetap dalam kondisi tertutup rapat agar terhindar dari kerusakan akibat paparan udara.

Perlakuan penyimpanan ini tak bisa dianggap remeh karena omega-3 di dalamnya sangat rentan terhadap kerusakan dan oksidasi akibat paparan oksigen. Selain itu, memastikan penyimpanannya di suhu rendah juga membantu menjaga keutuhan vitamin B12 yang rentan rusak jika terpapar suhu tinggi. Rusak dan hilangnya NUTRISI ini tentu membuat manfaat penyerapan gizinya pada Si Kecil jadi tidak optimal. Oleh karenanya, pastikan Bunda menjaga kualitas simpan ikan, dimulai sejak dibeli hingga dimasak, agar kandungan nutrisinya tetap utuh.

Perubahan Tekstur dan Rasa

Memastikan kesegaran makanan sejak pembelian adalah keharusan. Jika Bunda mendapati tanda-tanda ikan tidak lagi segar, sebaiknya tunda pembelian atau beralih ke penjual lain. Ada beberapa tanda utama yang bisa Bunda perhatikan untuk mengetahui kesegarannya. Beberapa di antaranya, yaitu mata keruh dan cekung ke dalam, warna insang sudah tidak merah, kulit lembek dan tidak lagi kencang, sisik mudah lepas, hingga bau amis menyengat.

Tanda-tanda ini tidak hanya bisa ditemukan saat masa pembelian, tapi juga saat masa penyimpanan yang tidak tepat. Jika mendapati tekstur lembek atau berair setelah dikeluarkan dari tempat penyimpanan, itu menandakan bahwa ikan sudah tidak segar akibat terjadinya kesalahan penyimpanan. Penyimpanan yang tidak tepat juga bisa membuat rasanya menjadi sangat amis, pahit, bahkan cenderung asam saat dimasak. Sebaiknya, jangan sajikan kondisi ikan seperti ini kepada Si Kecil agar tidak mengalami keracunan.

Selain mempertimbangkan kondisi di atas, hindari pula menggunakan ulang ikan beku lebih dari satu kali. Mencairkan dan membekukannya kembali dapat merusak struktur selnya, sehingga membuat tekstur daging mudah hancur dan rawan memicu risiko kontaminasi bakteri saat proses pencairan pertama. Cukup ambil ikan beku secukupnya dan simpan sisanya secara benar agar aman dimakan oleh Si Kecil dan tetap menyehatkan.

Risiko Keracunan

Ikan kembung tidak segar atau mengalami kesalahan penyimpanan tidak hanya membuat kandungan nutrisi dan tekstur dagingnya rusak, tapi juga dapat menghasilkan zat beracun bernama histamin. Histamin adalah senyawa kimia yang terbentuk ketika ikan yang mengandung histidin (seperti kembung, tuna, dan tongkol) didiamkan terlalu lama di suhu ruang. 

Kemunculan histamin terjadi ketika bakteri, terutama yang ada pada ikan mati, mengubah asam amino histidin menjadi histamin. Histamin yang terbentuk kemudian terakumulasi dalam daging, dan jika kadarnya terlalu tinggi, dapat menyebabkan keracunan pada manusia. Orang yang mengonsumsinya akan mengalami sindrom scombroid dengan gejala mirip seperti alergi, meliputi muka memerah, ruam, gatal-gatal, sakit kepala, pusing, mual, hingga diare.

Bunda, jangan sesekali memberikan ikan yang sudah tampak berlendir atau berbau tajam kepada Si Kecil karena itu adalah tanda adanya kontaminasi. Jika mereka mengonsumsinya, gejala keracunan tadi bisa muncul dengan sangat cepat, bahkan hanya dalam hitungan menit. Jika Si Kecil menunjukkan reaksi gejala keracunan histamin, segera ke dokter atau fasilitas kesehatan terdekat untuk segera mendapat penanganan tepat.

Setelah berkaca pada besarnya risiko dari konsumsi ikan terkontaminasi, cara paling sederhana untuk Bunda terapkan sejak awal adalah memastikan beli bahan makanan dalam kondisi segar serta simpan dengan higienis dan benar. Dengan menjaga kesegaran sejak dibeli hingga dimasak, Bunda tidak hanya menjaga kandungan nutrisinya, tetapi juga melindungi Si Kecil dari risiko kesehatan.

Trauma Makan Ikan

Mengingat besarnya dampak dari keracunan histamin, trauma makan ikan akan jadi respon yang wajar, apalagi saat Si Kecil baru mencoba memakannya untuk pertama kalinya. Jangan abaikan reaksi penolakan Si Kecil setelah mengalami pengalaman buruk makan ikan. Berusahalah untuk memahami traumanya karena tekstur, rasa, dan kondisi sakit yang dialaminya setelah makan ikan bisa melekat dalam ingatannya. 

Untuk itu, hindari memaksa Si Kecil menghabiskan makanan yang tidak ia sukai karena bisa memperburuk persepsi terhadap ikan. Pada dasarnya, tidak ada makanan baik yang bersifat buruk. Pengalaman buruklah yang membawa andil besar dalam menciptakan persepsi negatif pada makanan tersebut, kendati persepsi tadi tidak bisa sepenuhnya dibenarkan.

Untuk mengembalikan keinginan anak makan ikan, cara paling efektifnya dengan memperbaiki pengalaman makan melalui menyajikan versi makanan yang sehatt dan lezat. Bangun kembali minat makan Si Kecil dengan pendekatan positif dan penuh pengertian agar anak bisa mempersepsikan ikan sebagai makanan lezat dan penuh manfaat.

Dukungan NUTRISI Aman dari Morinaga Chil Kid Platinum MoriCare+ Triple Bifi

Usaha mengembalikan minat makan pasca trauma memang tidak mudah. Namun, jangan khawatir karena masih banyak kesempatan menghidangkannya dengan kreasi olahan menu beragam agar traumanya bisa lekas pulih. Namun sayangnya, trauma pasca keracunan makanan tidak hanya menimpa anak, tapi juga pada seorang ibu sebagai juru masaknya. Jadi, sangat bisa dimengerti jika seorang ibu belum merasa percaya diri untuk menyajikan olahan ikan kembali.

Jika masalahnya demikian, Bunda bisa pelan-pelan membangun kembali rasa percaya diri tadi dengan mempelajari karakteristik bahan baku dan cara tepat mengolahnya. Sambil menunggu Si Kecil bisa makan ikan kembali, berikan anak susu Morinaga Chil Kid Platinum MoriCare+ Triple Bifi untuk menjaga asupan protein Si Kecil selama Bunda masih beradaptasi untuk mengolah ikan kembung. Pastikan Bunda memberi susu ini secara rutin sebagai bagian dari pola makan sehat harian. 

Jadikan susu Morinaga Chil Kid Platinum MoriCare+ Triple Bifi sebagai teman terbaik untuk Si Kecil karena mengandung protein berkualitas dan vitamin yang juga terdapat di dalam ikan kembung. Jadikan susu pertumbuhan ini solusi sementara yang aman, praktis, dan bernutrisi tinggi. Cari tahu kandungan NUTRISI lengkapnya di sini ya, Bun: Morinaga Chil Kid Platinum untuk Si Kecil di Usia 1 Tahun.

Sumber:

  • Current Opinion in Allergy and Clinical Immunology. Scombroid syndrome: it seems to be fish allergy but... it isn’t. Diakses pada 19 Agustus 2025. https://journals.lww.com/co-allergy/abstract/2016/10000/scombroid_syndrome__it_seems_to_be_fish_allergy.17.asp 
  • ScienceDirect. Omega-3 fatty acids from fish by-products: Innovative extraction and application in food and feed. Diakses pada 19 Agustus 2025. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0960308524000221#:~:text=To%20support%20a%20sustainable%20future,to%20their%20effectiveness%20and%20affordability. 
  • ResearchGate. Effect of heat treatment on vitamin content during the manufacture of food products at industrial scale. Diakses pada 19 Agustus 2025. https://www.researchgate.net/publication/365273143_Effect_of_heat_treatment_on_vitamin_content_during_the_manufacture_of_food_products_at_industrial_scale 
  • Number Analytics. Nutrition and Food Safety. Diakses pada 19 Agustus 2025. https://www.numberanalytics.com/blog/nutrition-and-food-safety#:~:text=Nutrient%20Loss%20Due%20to%20Improper,vitamin%20C%20and%20B%20vitamins.